Menjadi pengungsi iklim berarti kehilangan segalanya: rumah kami, budaya kami, kisah kami dan identitas kami

Melbourne (ANTARA) - Sekelompok penduduk Kepulauan Teluk Torres di pesisir utara Australia mengajukan gugatan hukum terhadap pemerintah pada Selasa (2/11).

Mereka menganggap pemerintah gagal memberi pelindungan dari perubahan iklim yang mengancam tempat tinggal mereka.

Kasus atas nama pulau terpencil Boigu dan Saibai di Teluk Torres itu menjadi gugatan perwakilan kelompok (class action) pertama yang diajukan penduduk asli Australia, kata para pendukungnya.

Gugatan diajukan pada hari yang sama ketika Canberra mengadopsi target emisi karbon nol bersih pada 2050.

Baca juga: Australia ajak Pasifik abaikan seruan keras soal perubahan iklim

Kasus itu mengikuti kasus serupa oleh kelompok lingkungan Urgenda Foundation terhadap pemerintah Belanda yang dinilai bertanggung jawab untuk melindungi warga negara itu dari perubahan iklim.

Dalam kasus di Belanda itu, pengadilan tinggi setempat memerintahkan otoritas untuk memangkas emisi karbon lebih cepat dari yang direncanakan.

Kepulauan Teluk Torres di utara Australia menghadapi ancaman banjir dan salinitas yang merusak tanah mereka karena pemanasan global memicu lebih banyak badai dan kenaikan air laut.

"Ada keyakinan yang tinggi bahwa masyarakat dan penghidupan di Kepulauan Teluk Torres rawan terhadap dampak besar perubahan iklim, bahkan dari kenaikan permukaan air laut yang sedikit saja," kata gugatan yang diajukan ke Pengadilan Federal itu.

Baca juga: PBB usul Great Barrier Reef Australia masuk daftar 'dalam bahaya'

Satu dari dua penggugat, Paul Kabai, mengatakan masyarakat setempat telah tinggal di kepulauan itu selama lebih dari 65.000 tahun, namun mereka mungkin terpaksa pindah jika terjadi lebih banyak kerusakan akibat banjir dan badai.

"Menjadi pengungsi iklim berarti kehilangan segalanya: rumah kami, budaya kami, kisah kami dan identitas kami," kata Kabai lewat sebuah pernyataan.

Kasus itu didukung oleh kelompok advokasi nirlaba Grata Fund dan Urgenda dan diajukan oleh firma gugatan kelompok Phi Finney McDonald.

Grata mengatakan pihaknya memperkirakan kasus itu akan mulai disidangkan pada kuartal ketiga 2022 dan kemungkinan akan memakan waktu hingga 18 bulan.

Dalam gugatan iklim terpisah, sekelompok penduduk Teluk Torres mengajukan pengaduan hak asasi manusia kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dua tahun lalu yang belum selesai hingga kini.

Sumber: Reuters

Baca juga: Selandia Baru minta Australia jawab kebutuhan perubahan iklim Pasifik

Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021