Singapura (ANTARA News) - Harga minyak turun di perdagangan Asia Senin di tengah kekhawatiran terhadap permintaan dari Jepang yang tengah dilanda bencana, kata analis.
Kontrak utama New York, minyak mentah jenis light sweet pengiriman April turun 1,28 dolar AS ke posisi 99,88 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah Brent North Sea penyerahan April turun 1,39 dolar menjadi 112,45 dolar AS per barel, sebagaimana dikutip dari AFP.
Minyak mentah berjangka turun pekan lalu sehubungan dengan gempa bumi yang berkekuatan 8,9 Skala Richter Jumat lalu di Jepang, mengakibatkan tsunami yang menerjang pantai timur laut negara itu.
Para pedagang khawatir gempa itu akan mempengaruhi konsumsi energi di Jepang, ekonomi terbesar ketiga dunia.
Saham-saham Tokyo turun tajam pada pembukaan perdagangan Senin karena para investor tetap waspada seputar konsekuensi ekonomi akibat gempa terbesar dalam sejarah Jepang dan mengakibatkan tsunami.
Saham-saham turun 5,42 persen pada pascagempa yang mengakibatkan indeks utama turun di bawah 10.000 ke posisi terendah sejak November lalu. Indeks Nikkei turun 556,06 poin sesaat setelah pembukaan menjadi 9.698,37.
Sementara, para investor juga memperhatikan ketidakpastian situasi di Libya di mana para demonstran menyerang kekuatan yang loyal terhadap pemimpin Moamer Kadhafi.
Menteri Energi Qatar Mohammed Saleh al-Sada mengatakan Minggu bahwa produksi minyak dunia cukup meski ketidakpastian di Libya telah mengakibatkan terpangkasnya produksi minyak mentah negara itu.
Libya memproduksi 1,69 juta barel per hari sebelum terjadi gejolak di negara itu, menurut International Energy Agency (IEA).
Dari jumlah produksi itu, 1,2 juta barel diantaranya diekspor hampir seluruhnya ke Eropa, tetapi dengan China dan Amerika Serikat juga menjadi konsumen utama.
Raksasa minyak Total mengatakan Jumat pekan lalu bahwa ketidakpastian situasi di Libya telah menurunkan produksi negara itu 1,4 juta barel per hari menjadi di bawah 300.000.
Harga minyak di pasar-pasar dunia telah mengalami lonjakan sejak pertengahan Februari setelah merebaknya pemberontakan anti pemerintah.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011