upaya untuk membentuk jejaring "first responder"
Banda Aceh (ANTARA) - Yayasan WWF Indonesia bersama Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh mengedukasi masyarakat Aceh dalam penanganan dan upaya penyelamatan mamalia laut yang terdampar di wilayah ujung barat Indonesia itu.

Spesialis Konservasi Penyu dan Mamalia Laut WWF Indonesia Dwi Suprapti, di Banda Aceh, Selasa, mengatakan edukasi melalui pelatihan itu penting untuk meningkatkan kemampuan warga sebagai penanggap pertama (first responder) dalam penanganan dan memberikan pertolongan pertama saat peristiwa mamalia laut terdampar.

“Ini merupakan upaya untuk membentuk jejaring first responder kalau ada kejadian mamalia laut terdampar. Kita harap ke depan mereka ini memiliki skill terlatih dalam penanganan mamalia laut terdampar, cepat, tepat dan akurat,” katanya.

Selain bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Hewan USK, pelatihan ini juga difasilitasi I AM Flying Vet Indonesia dan Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) wilayah Padang Satuan Kerja (Satker) Aceh, sebagai bentuk kolaborasi terhadap upaya perlindungan dan pelestarian mamalia laut di Indonesia.

Baca juga: Penanganan pertama penting untuk kasus mamalia laut terdampar
Baca juga: Seekor bayi paus terdampar di Pantai Sine Tulungagung

Ia menjelaskan pelatihan penanggap pertama di Aceh dilakukan merujuk pada peristiwa 10 ekor Paus Sperma (Physeter macrocephalus) yang terdampar di pantai Aceh Besar akhir 2017 lalu, yang menyebabkan empat paus di antaranya mati.

Selain itu, merujuk juga pada peristiwa seekor Paus Baleen terdampar di Pantai Ujoeng Pancu, Aceh Besar pada 2021.

“Mempelajari dari dua kejadian itu, bahwa perlu adanya keahlian dalam menangani mamalia terdampar yang umumnya memiliki ukuran mencapai belasan meter, untuk itu diperlukan adanya tim yang terlatih,” katanya.

Data Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan bahwa ada 173 kasus mamalia terdampar di Indonesia selama setahun terakhir.

Dalam setiap kejadian terdampar, kata dia, respon cepat dari tenaga medis dan relawan memiliki peranan penting yang mempengaruhi tingkat keselamatan (survival rate) satwa.

“Kebutuhan sumber daya manusia yang kompeten dalam teknik penanganan, pelepasliaran, hingga aspek medis dalam kejadian mamalia laut terdampar menjadi beberapa alasan yang melatarbelakangi kegiatan pelatihan jejaring first responder,” katanya.

Baca juga: Nelayan temukan mamalia diduga paus sperma mati di pantai Sumba Tengah
Baca juga: Tangani mamalia laut terdampar, KKP gandeng Perhimpunan Dokter Hewan

Sementara itu, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan USK drh Teuku Reza Ferasyi mengatakan penguatan kapasitas tim tersebut merupakan langkah tepat sebagai strategi penanganan mamalia laut terdampar melalui pemberian wawasan dan pelatihan.

Ke depan, kata dia, Fakultas Kedokteran Hewan USK akan menyiapkan lokasi di sekitar kampus yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat transit, yang akan digunakan untuk perawatan mamalia terdampar, dan harapannya juga berfungsi sebagai tempat rehabilitasi.

“Ini adalah upaya menjamin ketersediaan sumber daya manusia untuk memiliki keahlian terkait, khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi ditemukannya mamalia laut yang terdampar, seperti di perairan Aceh,” katanya.

Baca juga: KKP siapkan langkah prioritas tangani fenomena mamalia laut terdampar

Baca juga: DKP NTT-WWF Foundation kuburkan mamalia mati terdampar di Pantai Pede

Pewarta: Khalis Surry
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021