Jakarta (ANTARA News) - Jenderal TNI Purnawirawan Wiranto menyatakan, setiap perubahan jangan dibiarkan menjadi liar, agar bermanfaat bagi kesejahteraan manusia serta negara bangsa.
"Perubahan itu penting, tetapi jangan dibiarkan liar dan harus dikendalikan. Itu tugas dan yang harus dilakukan seorang pemimpin," kata mantan Panglima ABRI ini di Jakarta, Jumat malam, ketika memberi introduksi pada acara peluncuran buku terbarunya.
Wiranto kemudian mencuplik isi bukunya yang berjudul "7 Tahun Menggali Pemikiran dan Tindakan Pak Harto" tersebut.
"Pak Harto ini merupakan sosok pemimpin besar yang amat kenal kepribadian bangsa dan punya keberanian bertindak," tuturnya.
Buku itu sendiri, menurutnya, berisi mengenai catatan dan pikiran seorang pemimpin yang sangat pro rakyat, dibuktikan dengan kualitas kebijakan sangat membumi serta mengedepankan kepentingan banyak orang.
"Dengan sederhana, pak Harto bisa menganalisis banyak hal berkena dengan kepentingan rakyatnya, mulai dari soal cabean sampai jalan tol," ungkap Wiranto yang mengaku mendapat amanah Presiden ke-2 RI itu untuk merekam sekaligus menulis pikiran-pikiran orisinil serta suasana di balik setiap kebijakannya.
Berani Ambil Keputusan
Wiranto kemudian mengungkapkan salah satu kebiasaan pak Harto yang setiap jam 10 malam mulai membaca satu per satu surat-surat seberapa pun banyak.
"Dengan cermat ditelusurinya isi surat-surat dari berbagai kalangan, dan kemudian ambil keputusan. Semuanya pagi-pagi sudah ada disposisi untuk ditindaklanjuti oleh para menteri atau pejabat yang ditunjuk," katanya.
Bagi Wiranto, pak Harto merupakan pemimpin bukan cuma pinter berpikir, tetapi mau serta mampu mengambil keputusan, bahkan siap menerima resiko apa pun.
"Selain punya keberanian memimpin, pak Harto juga sederhana, dan begitu peduli tentang upaya memajukan kehidupan bangsa dan rakyatnya. Dia sistematis dalam berkarya dan tuntas dalam bertindak," tegas Wiranto.
Acara peluncuran buku tersebut juga diwarnai dengan diskusi yang menampilkan pembicara Prof Dr Ing BJ Habibie (Presiden ke-2 RI), Qurais Shihab (cendikiawan muslim dan guru ngaji pak Harto), Sugeng Saryadi (aktivis Angkatan `66) dan E`ep Syaifullah (pakar politik UI), serta dipandu pakar komunikasi, Effendy Ghazaly.
Suasana makin marak oleh penampilan khas seniman serba bisa, Butet dari Yogya dan iringan musik bernuansa Nusantara.
Di antara 5000-an undangan yang hadir dari aneka latar pada acara itu, antara lain terlihat mantan Wapres Try Soetrisno, mantan KSAD Wismoyo Arismunandar, Surya Paloh, Hariman Siregar, politisi, diplomat, legislator, aktivis perempuan, mahasiswan pengusaha serta pers.(M036/E001/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
1. Terlalu banyak Jendral yang sendiko dawuh.
2. Keterbatasan dalam berserikat, berkumpul dan berbicara.
3. ( menurut saya ) kesalahan mengambil sikap mulai awalnya dia memimpin ( 1965 ) baik dalam ekonomi ( arah kapitalisme yang tanggung ), hankam ( Anggaran TNI AD yang lebih besar berakibat seperti tahun 1999/2000), sosbud ( majalah tempo )
4. budaya korupsi