Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pemerintah telah serius dalam mengambil langkah dan kebijakan untuk menangani merkuri, namun perlu sanksi tegas agar memberikan efek jera.
"Berdasarkan rekam jejak perhatian pemerintah dalam hal penanganan merkuri sudah cukup lama. Indonesia terpantau aktif dalam Konvensi Minamata juga sudah cukup lama, sehingga jika makin serius dan konkrit upayanya sebenarnya cukup logis dan positif," ujarnya di Jakarta, Senin.
Saat ini, Indonesia menjadi tuan rumah COP-4 Konvensi Minamata tentang merkuri yang diadakan secara daring dan tatap muka pada November 2021 dan Maret 2022.
Konvensi Minamata tentang merkuri adalah pakta internasional yang didesain untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak merkuri.
Indonesia telah meratifikasi Konvesi Minamata dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang pengesahan Minamata Convention on Mercury.
Baca juga: KLHK: Indonesia lakukan langkah progresif dorong penghapusan merkuri
Baca juga: Indonesia dorong tercapainya kesepakatan inklusif dalam COP-4 Minamata
Baca juga: KLHK: Merkuri di pertambangan emas skala kecil masih jadi tantangan
Langkah itu kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Dalam Rencana Aksi Nasional itu pemerintah Indonesia menetapkan target pengurangan merkuri 100 persen di sektor penambangan emas skala kecil pada 2025.
Komaidi menjelaskan bahwa penggunaan merkuri umum dilakukan oleh para penambang emas skala kecil yang tidak jarang adalah penambang ilegal.
Menurutnya, penambang ilegal relatif belum mendapatkan edukasi mengenai praktik penambangan yang baik dan ramah lingkungan.
Dia juga menyampaikan bahwa era pemerintahan Presiden SBY kontrak dalam penambangan mineral telah dirapikan, sehingga pemerintah Presiden Jokowi perlu menyempurnakan dengan memperkuat regulasi maupun pengawasan.
"Pemerintahan Jokowi perlu menyempurnakan dengan memperkuat hal-hal yang diperlukan, termasuk memberikan sanksi tegas pada penambang-penambang ilegal yang banyak menggunakan merkuri," ujar Komaidi.
Pada rentang 2019-2020, pemerintah Indonesia telah menghapus merkuri sebanyak 10,45 ton.
Jumlah estimasi penggunaan merkuri di satu lokasi tambang mencapai 6,2 kilogram sampai 85,63 kilogram per tahun, sehingga jika dijumlahkan maka penggunaan merkuri mencapai 13,94 ton - 192,53 ton per tahun.
Sementara itu, jumlah lokasi penambangan ilegal untuk komoditas mineral tercatat mencapai 2.654 lokasi dengan 85 persen di antaranya merupakan tambang emas ilegal.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021