-

Jakarta (ANTARA News) - "Apakah anda rela mati karena asap rokok orang lain?", tanya aktor Fuad Baraja. Pertanyaan itu dia lantangkan saat berunjuk rasa untuk mendukung kawasan dilarang merokok.

Pertanyaan Fuad itu disambut teriakan "Tidak" dari seratusan demonstran yang berasal dari berbagai kelompok LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), Suara Ibu Peduli (SIP), Yayasan Kanker Indonesia, YLKI dan Fakta (Forum Warga Kota Jakarta).

Mereka berunjuk rasa di depan Mahkamah Agung pada Rabu siang (8/3) untuk mendukung Pergub 88/2010 tentang kawasan dilarang merokok.

Pergub 88/2010 merupakan peraturan yang melengkapi Pergub sebelumnya Nomor 75 tahun 2005 mengenai hal yang sama. Pergub baru itu memiliki materi muatan sama, namun dengan dua penyempurnaan, yaitu:(1).Memindahkan tempat merokok pada tempat umum dan tempat kerja, tidak lagi di dalam ruang melainkan ke luar ruangan gedung utama dari tempat-tempat itu.(2). Menambahkan sanksi administratif dengan mengumumkan pada publik tempat-tempat yang masih melanggar aturan ini.

"Kami ingin mendapatkan udara yang bersih. Kami semua juga sangat mendukung Pergub diterapkan," kata salah seorang orator.

"Kami tidak rela warga negara Jakarta tercemar asap rokok terus menerus," kata seorang orator lainnya.

"Pergub 88 memihak warga Jakarta. Kita dukung Pergub 88. Pergub 88 tidak melanggar HAM," kata Fuad.

Pernyataan Fuad itu merujuk pada sekelompok kecil warga yang menganggap bahwa dengan adanya aturan ini maka hak asasi mereka sebagai perokok terampas oleh negara. "Pergub 88/2010 tidak melarang orang untuk merokok tetapi mengarahkan tempat orang boleh merokok," katanya.

Empat perwakilan demonstran juga sempat berdialog dengan pihak MA di dalam gedung. Hasil dialog kemudian disampaikan kepada para demonstran yang berada di luar. Menurut Sudaryatmo, salah seorang demonstran yang berasal dari YLKI, MA berjanji untuk mengangkat isu ini.

Selain berorasi, sebagian demonstran juga membagi-bagikan stiker mengenai bahaya merokok kepada para pengendara kendaraan bermotor yang melintas di depan kantor Mahkamah Agung.
(ENY/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011