Kairo (ANTARA News/AFP) - Kelompok orang yang bersenjatakan pisau dan kampak Rabu menyerang ratusan aktivis pro-demokrasi di Lapangan Tahrir Kairo, kata beberapa saksi.
Bentrokan dengan pelemparan batu masih terjadi ketika wartawan AFP tiba di lokasi kejadian, dan aktivis mengumpulkan pentungan dan batu untuk membela diri mereka dari massa penyerang yang mendukung mantan Presiden Hosni Mubarak.
"Beberapa jam lalu para penjahat pro-Mubarak menyerang kami dan berusaha memasuki Tahrir, namun kami bisa mendesak mereka mundur, dengan pentungan dan batu. Kami khawatir mereka akan kembali," kata Mouez Mohammed, seorang militan muda, kepada AFP.
Lapangan Tahrir adalah pusat sombolis pemberontakan bulan lalu yang mendongkel Mubarak dari kekuasaan, dan ratusan aktivis pro-demokrasi masih tetap berkemah di sana untuk mempertahankan tekanan terhadap rejim militer yang menggantikannya.
"Ratusan orang yang membawa pusau dan pedang memasuki Tahrir," kata televisi pemerintah, dan tayangan TV itu menunjukkan batu-batu yang dilemparkan dan ratusan aktivis terlihat kocar-kacir dan mencari tempat berlindung.
Pasukan keamanan tidak banyak terlihat di lokasi kejadian, kecuali dua tank militer yang melindungi Museum Purbakala Mesir di ujung utara lapangan itu, yang terletak di pusat kota Kairo.
Bentrokan-bentrokan itu terjadi ketika kabinet yang baru dibentuk bertemu dengan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata untuk mengajukan rancangan hukum yang mengkriminalkan penghasutan kebencian, yang bisa mengarah pada hukuman mati, kata televisi pemerintah.
Penguasa militer berusaha menciptakan ketenangan di sejumlah front, ketika bentrokan-bentrokan antara warga Kristen Koptik dan muslim di daerah kelas pekerja Moqattam menewaskan 10 orang dan melukai puluhan lain, kata kementerian kesehatan.
Keadaan tidak aman setelah polisi ditarik dari jalan-jalan di Mesir selama protes anti-Mubarak, yang memerintah Mesir selama puluhan tahun dengan pemberlakuan undang-undang darurat.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Pergolakan di Mesir itu terjadi setelah pemberontakan di Tunisia yang menggulingkan pemerintah.
Presiden Zine El Abidine Ben Ali lengser dan meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka.
Libya kini juga bergolak dan dilanda pertempuran antara pasukan pemerintah dan oposisi yang menuntut pengunduran diri pemerintah Moamer Kadhafi.
Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011