Jakarta (ANTARA News) - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh, Arab Saudi mengeluarkan perjanjian kerja (PK) baru antara majikan atau user dan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berlaku sejak 27 Februari 2011.
Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Rabu, menyatakan, mendukung PK baru yang dituangkan dalam surat edaran bernomer 192/Kons/II/2011 itu karena memberi perlindungan lebih baik kepada TKI.
Yunus, sebagai Ketua Himsataki, menerima surat pemberitahuan dari KBRI di Riyadh itu. Dia menilai penerbitan surat edaran tersebut ada kaitannya dengan kedatangan perwakilan Sanarcom (Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Asing Saudi) Saad Al Badah ke Kementerian Luar Negeri RI baru-baru ini.
"Hal ini membuktikan bahwa ada perhatian dari pengusaha ? pengusaha di Arab Saudi untuk lebih melindungi TKI yang bekerja di sana," kata Yunus.
Dia juga menilai tepat jika PK itu diterbitkan atas kesepakatan KBRI dengan Sanarcom mengingat kedua belah pihak yang paling mengetahui keadaan di Arab Saudi.
"Kami bisa mengerti kalau Sanarcom saat ini menyadari bahwa memang diperlukan kesepakatan untuk melindungi semua pihak yang terkait penempatan TKI," kata Yunus.
PK tersebut memuat kewajiban majikan untuk membuat denah rumah, hak TKI untuk mendapat informasi dan hak berkomunikasi dengan keluarganya.
Jika bermasalah, TKI tidak boleh dipulangkan sebelum hak-haknya terpenuhi dan majikan juga wajib memperkerjakan TKI sesuai dengan aturan agama.
Majikan dan keluarganya juga tidak boleh menyiksa TKI dan hal itu dituangkan dalam surat pernyataan yang dibuat oleh majikan dihadapan staf KBRI.
PK itu mengharuskan majikan untuk datang sendiri ke KBRI atau KJRI untuk membuat pernyataan kesanggupan. "Hingga saat ini sudah berjalan dan tidak ada yang keberatan, termasuk Saad sebagai agen tenaga kerja asing dan Ketua Sanarcom," kata Yunus.
Mengenai gaji, TKI berhak atas gaji sebesar 800 real per bulan plus tambahan 50 real per minggu. Total upah TKI minimal 1.000 real per bulan.
Dia juga mengimbau agar PK tersebut bisa dilaksanakan dan diawasi terus menerus agar tidak hanya menjadi kesepakatan di atas kertas.(*)
(E007/Z002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011