Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI dari Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf memotivasi perempuan Indonesia untuk berkiprah di dunia politik.
"Saya mendorong perempuan Indonesia bisa masuk ke ranah politik. Saya selalu mendukung dan kita dorong perempuan Indonesia sebab tidak semua perempuan bisa masuk ranah demokrasi, terutama politik," kata Nurhayati dalam acara 100 Years of International Women`s Day di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, untuk bisa masuk ke dalam demokrasi, diperlukan jaringan yang kuat sebagaimana yang ia lakukan selama ini.
"Networking itu sangat penting sekali dan perlu dijaga jaringan yang sudah ada untuk bisa memasuki ranah demokrasi bagi perempuan Indonesia," ujar Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen DPR RI itu.
Nurhayati menyebutkan, Indonesia tergolong negara yang maju dalam mendorong partisipasi politik dalam demokrasi.
"Melalui proses reformasi dan demokratisasi yang berlangsung telag mendorong lahirnya tuntutan kebebasan, partisipasi dan kemandirian perempuan dengan lahirnya UU Politik 12/2003 tentang DPR/DPRD yang memperhatikan keterwakilan perempuan di parlemen sebesar 30 persen," kata anggota DPR RI asal daerah pemilihan V Jawa Timur, Malang Raya.
President The Coordinating Committee of Woman Parliemntary of Interparliementary Union (IPU) itu menyebutkan, di negara-negara lain, peran perempuan baik di legislatif, eksekutif dan yudikatif sudah banyak.
Ia mencontohkan, parlemen di negara Mazambiq dan Tanzania dipimpin oleh perempuan.
"Di seluruh dunia, sembilan politisi perempuan menjadi kepala negara dan 13 tokoh perempuan menjadi Kepala Pemerintahan (head of goverments)," kata Nurhayati.
Sementara di negara-negara Arab juga mengalami peningkatan dan penguatan peran politik perempuan.
"Jika tahun 1995 hanyak 4,3 persen keterwakilan perempuannya, maka tahun 2009 menjadi 9,5 persen. Di antaranya Sudan, Mesir dan Iran. Hanya Qatar yang belum memiliki wakil parlemen perempuan di Timur Tengah," kata dia.
Namun, Ketua DPP Partai Demokrat Urusan Luar Negeri itu mengatakan, di Amerika Serikat yang memiliki tingkat kesadaran dan kesetaraan politik yang tinggipun mengalami penurunan jumlah perempuan di parlemen.
"Partai Demokrat yang menominasikan 70 persen kandidat perempuan mengalami banyak kekalahan kursi mereka di Kongres," kata Nurhayati.
Sementara di Filipina, telah memiliki dua orang politisi perempauan terbaiknya dan menjadi Presiden Filipina. Begitu juga di Australia, negara tersebut dipimpin oleh Perdana Menteri perempuan dari Partai Buruh.(*)
(T. S023/S019)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011