"Pada 2009 hanya terdapat enam kasus tapi pada 2010 tercatat 15 kasus, artinya kenaikan lebih dari 100 persen," kata Direktur Cahaya Perempuan Women`s Crisis Center Bengkulu Susi Handayani di Bengkulu, Senin.
Ia mengatakan kejadian `incest` terdapat di Kota Bengkulu di mana pada 2009 tercatat sebanyak satu kasus, sedangkan pada 2010 sebanyak empat kasus.
Di Kabupaten Bengkulu Tengah pada 2009 tidak ada catatan, sedangkan pada 2010 ditemukan dua kasus `incest`.
"Kemudian di Rejang Lebong terdapat satu kasus pada 2009 dan empat kasus pada 2010, bahkan pada 2011 ini sudah ada dua kasus yang tercatat," katanya.
Di Kabupaten Bengkulu Selatan dan Seluma, pada 2009 tidak ada kasus yang tercatat, namun pada 2010 terdapat masing-masing dua kasus.
Susi menilai, peningkatan kasus ini menunjukkan semakin banyak anak yang terabaikan perlindungannya dari keluarga.
Dampak `incest` terhadap anak kata dia akan menimbulkan trauma fisik dan psikologis berkepanjangan bagi korban.
Untuk itu, perlu penanganan dari berbagai pihak sebab tidak jarang langkah-langkah penanganan yang dilakukan malah melanggar hak-hak anak itu sendiri. Terutama kelompok umur korban berusia 10 hingga 18 tahun atau masa remaja, tak jarang harus menerima sanksi mulai dari pelabelan negatif, hujatan, cacian di komunitasnya hingga pemutusan akses pendidikan seperti dipindahkan atau dikeluarkan dari sekolah.
"Apalagi bila sampai hamil dan melahirkan, membuat anak semakin jauh dari perlindungan baik oleh masyarakat maupun negara," katanya.
Beberapa tindakan yang bisa dilakukan untuk mencegah incest antara lain memberikan pendidikan seks sejak dini, pengenalan organ tubuh, khususnya organ reproduksi dan penyadaran akan hak dan kontrol atas tubuhnya. (RNI/KWR/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011