Gangguan berselang pada GPS masih berlanjut, walaupun yang dipancarkan lemahSeoul (ANTARA News) - Seoul pada hari Senin memastikan bahwa Korea Utara sejak Jumat melancarkan upaya mengacak sinyal komunikasi di perbatasan kedua negara, tempat Amerika Serikat dan Korea Selatan menggelar latihan besar militer.
Sinyal dipancarkan dari kota dekat perbatasan Korea Utara, Kaesong, untuk mengganggu perangkat navigasi, yang menggunakan Sistem Pemindai Posisi Global (GPS) di barat laut Seoul, kata Komisi Komunikasi Korea.
Sinyal itu menyebabkan gangguan kecil pada Jumat dan Sabtu, katanya, sementara sinyal lebih lemah terus terpancar.
"Gangguan berselang pada GPS masih berlanjut, walaupun yang dipancarkan lemah," kata komisi tersebut dalam pernyataan, dengan menambahkan bahwa mereka berkerja dengan dinas pemerintah dan otoritas keamanan guna menangkal upaya pengacauan itu.
Kementerian Pertahanan Korea Selatan memastikan gangguan berkala terhadap sejumlah perangkat GPS pada pekan lalu, namun tidak memberikan rincian dengan alasan keamanan.
Masih belum jelas apakah upaya tersebut menyebabkan gangguan terhadap pelaksanaan latihan perang Korea Selatan-Amerika Serikat.
Militer Korea Utara mengoperasikan puluhan peralatan untuk perang elektronik, yang mengganggu komunikasi militer Korea Selatan, kata kantor berita Yonhap.
Negara komunis itu mengimpor peralatan pengacak GPS dari Rusia, sementara Korea Selatan menggunakan perangkat buatan Prancis untuk mengganggu atau memantau sistem komunikasi militer Korea Utara, kata kantor berita itu.
Kepala pertahanan Korea Selatan kemudian pada Oktober menyatakan Korea Utara mampu mengganggu penerimaan GPS dengan jarak hingga 100 kilometer.
Ia mengatakan itu ancaman keamanan terbaru, karena berpotensi mengganggu senjata dengan kendali jarak jauh, seperti, peluru kendali.
Pengacauan sinyal pada Jumat dan Sabtu tersebut bersamaan dengan serangan "cyber" terhadap sejumlah laman sekitar 30 dinas pemerintah dan lembaga keuangan di Korea Selatan. Serangan berupa virus komputer "distribusi penolakan layanan" (DDOS) tersebut masih belum diketahui sumbernya.
Komisi Komunikasi Korea menyatakan lebih dari 77.200 komputer "zombie" dikerahkan dalam serangan terbaru tersebut dan virus itu telah menghancurkan 114 "harddisk" komputer tersebut.
Namun, kerusakan dapat diminimalkan dengan piranti lunak antivirus.
Pada Juli 2009, serangan "cyber" mematikan 25 laman domestik dan di Amerika Serikat. Dinas intelijen Korea Selatan menyalahkan Korea Utara atas kejadian tersebut, walaupun pejabat Amerika Serikat tidak menemukan kesimpulan terhadap pelaku serangan itu.
Kim Heung-Gwang, pembangkang yang mengajar teknologi komputer di kampus Korea Utara, mengatakan bahwa mungkin saja Pyongyang meluncurkan serangan pengacau GPS dan DDoS itu untuk menguji sistem Korea Selatan.
"Korea Selatan harus melakukan persiapan lebih baik lagi, karena Korea Utara mungkin melancarkan serangan lebih kuat dan tidak terduga sewaktu-waktu," katanya kepada harian "Munhwa".
(KR-PPT/B002)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011