Jakarta (ANTARA News) - Forum Pemilik Suara PSSI (FPSP) menuntut kongres asosiasi sepak bola Indonesia dilakukan oleh badan resmi yang telah diakui oleh FIFA.
Juru Bicara FPSP Indra M Adnan di Jakarta, Senin mengatakan, tuntutan yang didukung oleh enam pemilik suara itu didasarkan atas keprihatinan yang terjadi saat ini terutama menjelang kongres PSSI.
"Kami mewakili pemilik suara yang segaris dengan perjuangan kami. FPSP hingga saat ini mempercayai PSSI sebagai pelaksana kongres," katanya saat memberikan penyataan resmi di Hotel Sahid Jakarta.
Meski saat ini ada lembaga lain yang berusaha untuk menggelar Kongres Luar Biasa (Kongreslub) dengan agenda memilih Ketua dan Wakil Ketua Umum serta anggota Eksekutif Komite (EXCO), FPSP mengaku tidak akan mengomentarinya.
Menurut dia, saat ini pihaknya hanya konsentrasi agar pelaksanaan kongres sesuai dengan mekanisme yang ada diantaranya adalah Statuta FIFA dan PSSI. Pihaknya tidak menginginkan lembaga lain menggelar kongres yang dinilai akan mencederai demokrasi.
"Kami setuju dengan perubahan. Namun semua itu harus sesuai dengan mekanisme yang ada. Yang jelas perubahan tidak hanya soal mengganti ketua umum tetapi banyak hal yang berkaitan dengan sepak bola di Indoensia," kata pria yang juga Ketua Pengurus Provinsi (Pengprov) PSSI Riau itu.
FPSP merupakan forum yang diisi oleh pemilik suara pada kongres PSSI. Sebelumnya ada forum lain yaitu Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) yang mengklaim mendapatkan dukungan dari 87 pemilik suara dan akan menggelar kongres PSSI.
Sesuai dengan rencana KPPN akan menggelar kongres tahap pertama atau pembentukan Komite Pemilihan, 26 Maret di Surabaya dan Kongres Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Umum serta anggota Exco PSSI sebelum 30 April di Solo Jawa Tengah.
Khusus FPSP saat ini baru dihuni tujuh pemilik suara diantaranya adalah Pengprov PSSI Riau, Pengrov PSSI Sumatra Utara, Klub ISP Purworejo, Klub PSGL Gayo Lues Aceh, Pengprov PSSI Maluku Utara dan Pengprov PSSI Sulawesi Tenggara.
Berikut lima sikap FPSP terhadap kemelut yang terjadi di PSSI:
- Satu, kongres PSSI harus dilaksanakan oleh badan resmi PSSI sendiri, bukan badan lain yang mengklaim mendapatkan mandat dari pemilik suara PSSI. Aturan yang digunakan untuk kongres itu adalah statuta resmi PSSI yang sudah disahkan oleh kongres PSSI sendiri dan FIFA. Selama tidak ada perubahan resmi atas statuta itu yang didasarkan mekanisme dan prosedur resmi maka Statuta PSSI saat ini masih menjadi pendoman resmi.
- Kedua, kami menolak badan lain diluar PSSI untuk mengambil alih tugas resmi PSSI seperti pelaksanaan kongres.
- Ketiga, kami menolak segala macam bentuk intervesi pemerintah terhadap PSSI karena hal itu memang bertentangan dengan statuta FIFA. Intervensi itu justru akan mengundang konflik politik yang lebih luas. Di era reformasi dan keterbukaan seperti sekarang, intervensi pemerintah menjadi tradisi buruk Good Governance. Ini tidak sehat dan tidak perlu.
- Keempat, setiap warga negara Indonesia berhak mencalonkan diri menjadi Ketua Umum PSSI sejauh memenuhi kriteria Statuta PSSI. Menghalangi seseorang untuk maju menjadi ketua umum bukan saja bertentangan dengan statuta, tapi juga bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Yang bisa menggugurkan pencalonan seseorang hanyalah aturan didalam statuta PSSI itu sendiri, bukan yang lain.
- Kelima, jika terjadi perbedaan pandangan mengenai aturan, mekanisme dan prosedur kita kembali ke statuta PSSI dan FIFA.(*)
(T.B016/A016)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011