Kairo (ANTARA News) - Gejolak politik di Oman belum berdampak terhadap 35.000 warga negara Indonesia (WNI) yang mengadu nasib di negari kaya minyak di ujung tenggara Jazirah Arab itu.
"WNI kita di sini masih aman terkendali," kata Kuasa Usaha Ad-Interim (KUAI) KBRI Muskat, Abdul Mun`im yang dihubungi ANTARA lewat telepon dari Kairo, Senin.
KUAI Mun`im menjelaskan, jumlah WNI di Oman sekitar 35.000, sebagian besar tenaga kerja wanita (TKW), disamping seratusan pekerja pria profesional di perusahaan-perusahaan perminyakan dan konstruksi.
KBRI Muskat sendiri baru resmi dibuka pada Desember tahun lalu oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa bersama dengan 10 Perwakilan RI di negara sahabat Indonesia, antara lain Bahrain, Azerbaijan, Bosnia dan Hezergovina, Ekuador, Kazakhstan, Kroasia, Panama dan Mozambik.
"KBRI Muskat diresmikan 29 Desember 2010 di Jakarta, namun kenaikan Bendera Merah Putih pertama kali di KBRI Muskat berlangsung pada 12 Februari 2011 yang dihadiri Menlu Oman (Yusuf Bin Alawi Bin Abdullah)," kata Mun`im.
Menurut dia, situasi keamanan di negara itu masih kondusif, kendati ada unjuk rasa menuntut reformasi politik.
Pemimpin Oman, Sultan Qaboos telah memenuhi beberapa tuntutan pengunjuk rasa seperti membuka 50.000 lapangan kerja baru, merombak kabinet, kata Mun`im, merujuk pada pemecatan terhadap dua menteri, yaitu menteri pengadilan dan menteri urusan rumah tangga kesultanan.
Sultan Qaboos telah memutuskan peningkatan upah minimum nasional sektor swasta dari 364 dolar AS menjadi 520 dolar.
Oman merupakan salah satu negara Arab yang terkena imbas revolusi anak muda yang perubahan politik menyusul Tunisia dan Mesir yang berhasil mendepak kepala negara mereka dari kekuasaan.
Negara kesultanan itu dikenal sebagai pengawal lalu lintas laut Selat Hormuz yang dilewati 40 persen pengapalan minyak dunia.
(M043/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011