Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan dukungan Indonesia untuk pembentukan perjanjian internasional baru tentang pandemi (pandemic treaty) yang saat ini sedang dinegosiasikan di bawah kerangka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pernyataan tersebut disampaikan Retno dalam forum kesehatan “Strengthening Health Infrastructure in the Pacific” yang diselenggarakan secara virtual sebagai rangkaian kegiatan the 2nd Pacific Exposition pada Kamis (28/10).
Menurut Menlu, pandemic treaty ditujukan untuk memperkuat kerja sama dalam mendeteksi dan mencegah pandemi yang berpotensi terjadi di masa depan, demikian keterangan tertulis KBRI Wellington yang diterima pada Jumat.
Selain itu, pandemic treaty juga dimaksudkan sebagai upaya kolektif untuk memastikan akses yang adil ke penyelesaian masalah kesehatan dan teknologi untuk negara berkembang.
Baca juga: Menlu RI ingatkan dunia soal pemerataan distribusi vaksin
Berbicara dalam kapasitasnya sebagai salah satu Ketua Bersama COVAX AMC Engagement Group, Menlu Retno menyebut bahwa peran COVAX untuk memastikan persebaran vaksin secara merata di seluruh dunia cukup berhasil dengan lebih dari 7 miliar dosis vaksin telah diberikan di seluruh dunia.
Namun, dia menyoroti masih adanya 56 negara yang belum berhasil memenuhi target untuk memvaksin 10 persen populasinya hingga akhir September 2021.
Dalam forum tersebut, Menteri Kesehatan Samoa Valasi Luapitofanua To'omaga Tafito Selesele dan Permanent Secretary Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Kepulauan Solomon Collin Beck menceritakan kemajuan vaksinasi dan kebijakan penutupan perbatasan di negara mereka.
Hingga hampir dua tahun pandemi COVID-19 melanda, mayoritas negara Pasifik dinilai cukup berhasil dalam mengendalikan pandemi COVID-19 berkat kebijakan penutupan perbatasan.
Baca juga: Indonesia-Turki sepakat saling akui sertifikat vaksin
Namun mewakili negara-negara Pasifik, Samoa dan Kepulauan Solomon juga menyatakan bahwa ke depannya tidak akan sanggup untuk terlalu lama bertahan menutup perbatasan karena kondisi perekonomian yang terus memburuk.
Sementara itu, Deputi Direktur Jenderal Sains dan Kecakapan Secretariat of the Pacific Communities Dr. Paula Vivili mengungkapkan rencana peluncuran sertifikat vaksin COVID-19 Pasifik yang saat ini tengah berada di tahap pembahasan di tingkat kelompok kerja teknis di Pasifik.
Usulan sertifikat vaksin Pasifik merupakan salah satu hasil dari KTT Pacific Island Forum pada 6 Agustus 2021. Rencananya, sertifikat vaksin tersebut akan diluncurkan pada Januari 2023.
Pada forum kesehatan itu, turut hadir Profesor Michael Baker yang merupakan arsitek strategi eliminasi pandemi COVID-19 di Selandia Baru. Berkat jasanya, Selandia Baru dinilai sebagai negara terbaik dalam penanganan pandemi di dunia.
Baca juga: Peringati Gerakan Non-Blok, Menlu RI soroti ketimpangan vaksin
Dalam paparannya, Profesor Baker menyatakan bahwa strategi eliminasi tidak lepas dari kerja sama yang baik antara ilmu pengetahuan dan kepemimpinan politik yang efektif.
Sementara perspektif mengenai kemitraan swasta dan pemerintah dalam penyelenggaraan infrastruktur dan layanan kesehatan disajikan oleh Bruce Armstrong dari penyedia layanan kesehatan global Aspen Medical yang berbasis di Australia.
Menurut dia, keterlibatan swasta ikut membantu peningkatan program kesehatan pemerintah sebagaimana pengalaman Aspen Medical di beberapa negara, termasuk Fiji, Kepulauan Solomon, dan Indonesia.
Di samping forum kesehatan, pada kegiatan Pacific Exposition hingga 30 Oktober mendatang juga akan diselenggarakan forum pariwisata dan forum perikanan untuk menunjang aktivitas pencocokan bisnis serta pameran dagang virtual untuk menggenjot pemulihan ekonomi bagi kawasan Pasifik.
Baca juga: Menlu: Indonesia siap jadi pusat produksi vaksin Asia-Pasifik
Baca juga: Menlu: Pandemi COVID-19 hadirkan bentuk baru ketidaksetaraan
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2021