Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengurus Setara Institute for Democracy and Peace, Hendardi, mengingatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar dalam melakukan "reshuffle" kabinet jangan hanya didasarkan pada kepatuhan atau ketidakpatuhan partai anggota koalisi.
"Namun, `reshuffle` (perombakan) kabinet harus juga menyentuh aspek penilaian kinerja menteri secara substantif, yakni menteri-menteri yang nyata-nyata menampilkan kinerja buruk dan tidak kondusif mengawal jaminan penegakan HAM," kata Hendardi melalui pesan singkat (SMS) kepada ANTARA di Jakarta, Senin.
Menurut dia, menteri yang kinerjanya buruk itu antara lain Menteri Agama, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, sehingga harus mendapatkan perhatian dari Presiden SBY.
Ia mengatakan, perhatian tersebut juga harus diarahkan pada kader partai yang baru akan masuk, sehingga para calon menteri harus mempunyai perhatian serius pada pemajuan HAM dan jaminan kebebasan beragama serta penegakan hukum.
Dengan demikian, lanjut Hendardi, "reshuffle" bukan hanya mengukuhkan koalisi dan partai berkuasa tapi justru demi untuk kemajuan bangsa.
"Partai atau kader partai yang berpotensi menghambat kemajuan HAM sebaiknya tidak perlu menjadi menteri," kata Hendardi.
Wacana soal adanya "reshuffle" KIB II tersebut mulai berhembus kembali setelah anggota partai koalisi, PKS dan Golkar berbeda pandangan dengan Demokrat, PAN, PPP, dan PKB soal hak angket mafia pajak di DPR RI.
Bahkan, menteri dari partai Golkar dan PKS dikabarkan akan diganti karena dinilai tidak mendukung pemerintahan SBY-Boediono. (S037/A041/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011