Sanaa (ANTARA News) - Sejumlah orang bersenjata yang diduga anggota Al-Qaeda membunuh enam prajurit, termasuk dua perwira, dalam tiga serangan terpisah Minggu di daerah-daerah bergolak di negara miskin itu, kata beberapa pejabat.
Yaman adalah sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP), yang gagal rencananya untuk melancarkan serangan-serangan di AS.
Insiden mematikan itu terjadi ketika protes meningkat terhadap pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh, yang menyatakan menjamin keamanan di negara itu.
Para tersangka anggota Al-Qaeda menembak mati empat prajurit dari satuan elit Garda Republik Yaman di dekat Marib, sekitar 170 kilometer sebelah timur Sanaa, kata seorang pejabat daerah kepada AFP.
"Serangan itu sama dengan serangan-serangan lain yang dilakukan Al-Qaeda," katanya.
Dalam insiden lain, militan Al-Qaeda menembak mati seorang perwira intelijen angkatan darat berpangkat kolonel di kota Zinjibar di provinsi wilayah selatan, Abyan, kata seorang pejabat daerah.
Satu perwira lagi ditembak mati di kota Sayun di provinsi wilayah timur, Hadramut, oleh orang-orang bersenjata yang diduga anggota Al-Qaeda, kata seorang pejabat keamanan.
Serangan-serangan itu terjadi ketika protes meningkat untuk menentang pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh, yang berkuasa sejak 1978.
Sedikitnya 19 orang tewas sejak protes anti-pemerintah meletus pada 16 Februari, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas laporan-laporan dan saksi. Kelompok HAM Amnesti Internasional menyebut jumlah kematian 27.
Saleh, yang negaranya dihimpit kemiskinan, saat ini berusaha menumpas Al-Qaeda, meredam gerakan separatisme di selatan dan menjaga gencatan senjata yang rapuh dengan pemberontak Syiah di wilayah utara.
Saleh mengamati kerusuhan yang meluas di dunia Arab dan telah mengisyaratkan bahwa ia akan berhenti setelah masa tugasnya berakhir pada 2013. Ia sebelumnya memangkas pajak dan menjanjikan kenaikan gaji bagi pegawai negeri dan tentara.
Diilhami oleh pemberontakan yang menggulingkan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari dan protes anti-pemerintah di Mesir yang akhirnya menggulingkan Presiden Hosni Mubarak pada Februari, demonstran Yaman juga menuntut pengunduran diri Saleh dalam beberapa waktu terakhir.
Yaman hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).
Para komandan militer AS telah mengusulkan anggaran 1,2 milyar dolar dalam lima tahun untuk pasukan keamanan Yaman, yang mencerminkan kekhawatiran yang meningkat atas keberadaan Al-Qaeda di kawasan tersebut, kata The Wall Street Journal bulan September.
Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.
Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.
AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.
Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.
Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011