Seoul (ANTARA News) - China secara resmi mengundang calon pemimpin Korea Utara untuk berkunjung, tetapi tidak jelas kapan Kim Jong-un akan melakukan perjalanan tersebut, kata seorang anggota parlemen Korea Selatan pada Sabtu, mengutip hasil temuan pejabat badan intelijen negerinya.
China merupakan negara berkekuatan besar yang dapat diandalkan sebagai sekutu oleh Korut yang terisolasi.
Jong-un merupakan pewaris kepemimpinan dan putra terakhir pemimpin Korut Kim Jong-il, yang menjadi perhatian publik pada September tahun lalu saat ia diumumkan menjabat posisi senior dalam partai berkuasa dan dinaikkan pangkat menjadi jenderal bintang empat, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Badan intelijen Korsel meyakini Jong-un berkemungkinan menerima undangan tersebut dan segera mengunjungi Beijing, kata anggota parlemen yang termasuk dalam dewan intelijen setelah rapat tertutup pada Jumat.
Para pejabat senior dari badan intelijen tersebut menghadiri rapat itu, dan anggota parlemen diminta tidak membeberkan informasi yang diterima, kata nara sumber yang tidak ingin identitasnya disebutkan.
Tidak banyak informasi mengenai Jong-un selain ia pada usianya di akhir 20-an tahun dan mendapat pendidikan di Swiss. Para pejabat Korsel mengatakan pejabat media resmi Korut sedang melakukan kampanye agar menggambarkan dirinya sebagai sosok yang tepat untuk memimpin negara yang digagaskan oleh kakeknya.
Kunjungan tersebut, bila dilakukan, akan meningkatkan posisi Jong-un sebagai pemimpin berikut Korut, dengan China tetap menjadi penyokong utama ekonomi dan dukungan politik Korut.
Jong-un kemungkinan akan meminta China bantuan ekonomi dalam skala besar saat nanti ia berkunjung, menurut laporan surat kabar Jepang pada awal pekan ini, menambahkan ia dapat pergi pada awal bulan ini, setelah berakhirnya pertemuan Kongres Rakyat Nasional China.
China terus mendukung Korut bahkan ketika Pyongyang dikritik secara keras setelah penenggelaman kapal angkatan laut Korsel tahun lalu, yang Seoul menuduh negara tetangga sebagai pelakunya, dan penembakan ke pulau milik Korsel pada November yang menewaskan empat orang.
Ketegangan memuncak setelah sejumlah serangan terjadi di semenanjung Korea, dengan negara saling mengancam perang, namun sejak itu ketegangan menyurut dan presiden Korsel telah menyerukan dialog.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011