Jakarta (ANTARA) - Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menekankan urgensi membangun peradaban dalam paradigma Pancasila karena dibutuhkan sebagai landasan fundamental agar negara tidak mudah limbung oleh turbulensi peradaban.

Menurut dia, ketika para pendiri negara Indonesia menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka, mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental, “di atas dasar apakah negara Indonesia merdeka didirikan".

"Dengan jawaban yang mengandung makna hidup bagi bangsa Indonesia sendiri yang merupakan perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai yang dimiliki, diyakini, dan dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan bangsa sejak lahir," kata dia, dalam sambutannya di acara Kongres Kebangsaan, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Acara Kongres Kebangsaan tersebut mengusung tema "Ikhtiar Memperadabkan Bangsa" yang diselenggarakan MPR dan Aliansi Kebangsaan, di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.

Baca juga: Pendidik: Generasi lama miliki peran penting sebarkan nilai Pancasila

Ia mengatakan, nilai-nilai yang diusung para pendiri bangsa tersebut merupakan buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik.

Menurut dia, para pendiri bangsa menciptakan tata nilai yang mendukung tata kehidupan sosial dan tata kerokhanian bangsa yang memberi corak, watak dan ciri masyarakat dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat atau bangsa lain.

"Kenyataan yang demikian ini merupakan suatu kenyataan obyektif yang merupakan jatidiri bangsa Indonesia," ujarnya.

Dalam konteks tersebut, menurut dia, semestinya seluruh penyelenggara negara menangkap esensi kebudayaan yang sejati, sehingga dapat tegas menyatakan, bahwa kebudayaan sebagai patron dan peta jalan pembangunan bangsa, yang mencegah terjadinya proses reduksi budaya.

Baca juga: Akademisi: Terapkan nilai Pancasila tak cukup dari materi pembelajaran

Ia menjelaskan, karena reduksi budaya dalam pembangunan nasional akan menghancurkan tatanan hidup bangsa ini.

Ia mengatakan, berangkat dari kenyataan seperti itu, perlu ada pemikiran dan kekuatan alternatif untuk mengingatkan dan menunjukkan peta jalan pembangunan yang lebih dapat diandalkan.

"Jalan pembangunan yang lebih menjamin ketahanan nasional dengan kesanggupan untuk merealisasikan visi dan misi negara berdasarkan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945," katanya.

Baca juga: MPR: Hari Kesaktian Pancasila momentum perkuat nilai-nilai luhur

Selain itu, dia juga mengatakan penting untuk disadari bahwa membangun peradaban harus dilandasi oleh kesadaran, tidak ada satu pun peradaban di dunia ini, sekuat dan sehebat apapun kelihatannya, akan kebal terhadap potensi ke-rentanan yang dapat dipicu beragam faktor.

Faktor-faktor tersebut menurut dia yaitu, pertama, ketidaksetaraan dan oligarki politik, yang melemahkan kohesi sosial dan mendorong terjadinya disintegrasi bangsa; kedua, degradasi ekologi, yaitu kemampuan sumberdaya lingkungan semakin rapuh dalam menopang kebutuhan masyarakat yang tumbuh dalam lompatan deret ukur.

Baca juga: Sosialisasi Nilai-Nilai Pancasila Lewat Musik

"Ketiga, kompleksitas tantangan dan persoalan dalam kehidupan kebangsaan; dan keempat faktor eksternal yang tidak ter-prediksi, seperti perang, bencana alam, wabah, dan lain-lain," katanya.

Ia menilai, kemampuan untuk mempertahankan dan membangun peradaban akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan setiap negara untuk belajar dari masa lalu, dan melakukan adaptasi dan inovasi untuk masa depan.

Namun menurut dia, jauh lebih penting dari itu adalah kemauan untuk membangun jatidiri dan karakter kebangsaan, sebagai landasan fundamental agar tidak mudah limbung oleh turbulensi peradaban.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021