Jakarta (ANTARA News) - Musisi sekalius pemimpin paduan suara "The Indonesia Choir" (TIC) Jay Wijayanto menghadirkan konser interaktif berjudul "Nusa Silang Budaya" di Goethe Haus, Jakarta.
"Nusantara adalah tempat berbagai budaya musik yang beradaptasi dan tumbuh menjadi bentuk kebudayaan baru, termasuk perbedaan jenis tangga nada pentatonik dan diatonik," kata Jay di atas pentas pada Kamis (3/3).
Menurutnya, tangga nada pentatonik gamelan Jawa, Sunda dan Bali berasal dari pengolahan budaya Hindu India, Budha dan China, sementara musik tradisi Batak bertangga nada diatonis tidak dapat dipisahkan dari pengaruh misinaris Jerman yang membawa musik Eropa.
"Komponis-komponis awal Indonesia seperti Cornel Simanjuntak, Binsar Sitompul atau Ismail Marzuki tentu terpengaruh musik Eropa, maka pembicaraan tentang budaya asli Indonesia menjadi tidak kontekstual lagi," ucapnya.
Konser ini disebut interaktif karena Jay yang juga pernah berperan sebagai Bang Zaitun pada film Sang Pemimpi menjadi konduktor sekaligus pembawa acara di setiap pergantian lagu, dan juga mengajukan beberapa kuis kepada seratusan penonton yang hadir.
"Ayo apa arti Lisoi? Nanti ada hadiahnya loh," tanyanya merujuk pada salah satu judul lagu yang dibawakan oleh anak-anak binaannya, atau pertanyaan mengengai kepanjangan dari HOS Cokroaminoto.
Campuran lagu-lagu yang dibawakan mulai dari lagu daerah seperti Sik Sik Sibatumanikam dari daerah Tapanuli, dan Ayo Mama (Maluku). Selain itu lagu klasik barat seperti Granada dan A Clare Benediction hingga lagu kontemporer seperti Kasih Tak Sampai dan As Long As I Have Music dibawakan bergantian secara kelompok, solo, duet, triplet dan kuartet.
Jay juga mengajak penonton untuk bersama-sama menyanyikan Indonesia Pusaka dengan terlebih dulu mengajari teknik bernyanyi yang benar kepada hadirin.
"Ayo buka rahangnya dengan benar dan rasakan getaran yang keluar," perintahnya kepada penonton yang salah satunya adalah Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih.
Penyanyi-penyanyi konser tersebut berasal dari TIC yang berdiri pada 2008 dan anggotanya adalah orang dewasa serta The Indonesia Children Choir (TICC) yang beranggotakan anak berusia 8-14 tahun.
Dalam keterangan tertulisnya disebutkan bahwa TIC mengembangkan keterampilan dan wawasan bermusik dengan menyelenggarakan pelatihan vokal, klinik paduan suara dan konser setempat di lokasi yang tidak pernah diselenggarakan pertunjukkan musik demi menghilangkan sekat elitisme pemusik dengan masyarakat.
Sementara TICC yang berdiri pada 2009 memiliki tujuan untuk memperkenalkan metode pendidikan dengan pembelajaran musik berkualitas dan tidak kaku.
Contoh keluwesan TIC adalah juga dengan membawakan lagu Jali-jali dengan gerakan yang kali ini konduktornya berganti menjadi Samuel Pangaribuan.
TIC sebelumnya juga pernah menyelenggarakan tiga konser interaktif lain yaitu Bunga Rampai Indonesiaku (2009), Sirih Pinang Melayu (2009), dan Menjadi Indonesia (2010). (DLN/A023/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011