Jakarta (ANTARA) - Informasi memiliki peran vital untuk mencegah seseorang melakukan kesalahan akibat ketidaktahuan. Contoh mudahnya adalah datang ke bandara tanpa membawa hasil tes PCR karena tidak mengetahui aturan terbaru yang ditetapkan bagi para wisatawan untuk mengunjungi wilayah tertentu.
Informasi juga memiliki peran vital untuk menjadi penunjuk bagi seseorang, bahkan pemerintah, untuk bertindak dan menciptakan kebijakan yang tepat. Terlebih, untuk memastikan bahwa kebijakan yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Sayangnya, di tengah perkembangan teknologi yang begitu pesat dan disertai dengan arus informasi yang mengalir dengan deras, berbagai permasalahan terkait dengan informasi mulai muncul ke permukaan.
Permasalahan tersebut dapat diakibatkan oleh kurangnya informasi, atau justru karena terlalu banyak informasi yang seringkali bertolak belakang antara yang satu dengan yang lainnya akibat hoaks dan disinformasi.
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, per 31 Juli 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan terdapat 8.814 hoaks umum, 1.859 hoaks mengenai COVID-19, 295 hoaks mengenai vaksin COVID-19, dan 42 hoaks mengenai pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Kemudian, dikutip dari laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, per 26 Oktober 2021, terdapat lonjakan yang signifikan mengenai konten hoaks vaksin COVID-19, yakni menjadi sebanyak 2.307 konten hoaks.
Lonjakan tersebut merupakan lampu merah bagi pemerintah Indonesia, dan menjadi tanda bahwa pemerintah harus mewaspadai dampak dari kerancuan informasi.
Baca juga: Kominfo pertahankan predikat Badan Publik informatif
Baca juga: BKKBN meraih anugerah Keterbukaan Informasi Publik 2021
Distrupsi akibat hoaks dan disinformasi menyulitkan pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif, baik dengan menimbulkan keraguan maupun penolakan di tengah masyarakat. Hal tersebut dapat menurunkan partisipasi masyarakat dalam menyukseskan program pemerintah.
Selain itu, hoaks dan disinformasi juga dapat mengakibatkan perpecahan di antara berbagai elemen masyarakat karena polarisasi yang kian menguat.
Guna mengakhiri kerancuan yang diakibatkan oleh hoaks dan disinformasi, pemerintah harus menjadi sumber informasi yang akurat dan transparan untuk menuai kepercayaan publik.
Bangun Kepercayaan Publik
Meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah merupakan salah satu langkah yang dapat dilakukan guna mencegah hoaks dan disinformasi menghambat realisasi dari berbagai program strategis pemerintah.
Wakil Presiden Republik Indonesia Ma’ruf Amin meminta kepada seluruh badan publik untuk terus menggelorakan semangat keterbukaan dan akuntabilitas informasi yang bertujuan untuk membangun kepercayaan dan dukungan masyarakat dalam mengukuhkan semangat bernegara dan berkebangsaan yang demokratis.
Melalui keterbukaan informasi publik, pemerintah dan seluruh badan publik dapat memberikan informasi yang selanjutnya akan menjadi acuan bagi masyarakat untuk memverifikasi kebenaran dan menjadi dasar dalam berperilaku.
Oleh karena itu, Ma’ruf Amin memandang penting bagi seluruh badan publik untuk menyediakan informasi yang akurat, benar, tidak menyesatkan kepada masyarakat, serta mengembangkan inovasi baru secara konsisten demi mencerdaskan masyarakat, dan mendorong kemajuan program pemerintah.
Informasi yang disampaikan, kata dia, harus selalu berpedoman pada prinsip dan ketentuan, serta tata cara yang berlaku dalam pemenuhan hak dan kewajiban atas informasi publik.
Baca juga: KY: Predikat informatif implementasi keterbukaan informasi publik
"Badan publik dan pemerintah harus memanfaatkan teknologi digital untuk diseminasi tata kelola pemerintah yang lebih bersih, efektif, transparan, dan akuntabel," kata Ma’ruf Amin dalam acara daring Penganugerahan Keterbukaan Informasi Publik tahun 2021, Selasa (26/10).
Selain untuk menjadi acuan bagi masyarakat dalam memverifikasi informasi, keterbukaan informasi publik juga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam melancarkan implementasi berbagai program pemerintah.
Peningkatan partisipasi bukan hanya mengenai masyarakat yang mengikuti arahan dari pemerintah, melainkan juga berpartisipasi dalam menyampaikan kritik, saran, hingga ikut serta mengevaluasi efektivitas dari berbagai program yang ditetapkan oleh pemerintah.
"Semua badan publik juga harus terbuka terhadap kritik, saran, dan masukan dari masyarakat," ucap Wapres Ma’ruf Amin.
Ia juga menambahkan bahwa pemerintah dan lembaga publik harus menyikapi kritik dengan santun, baik, beretika, dan berdasarkan norma.
Masyarakat yang secara aktif berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa dan negara merupakan wujud dari penerapan sistem demokrasi. Keterbukaan informasi publik akan mendorong dinamika perpolitikan dan bernegara yang lebih baik jika didasari dengan kejujuran dan dukungan aktif dari masyarakat.
Lantas, bagaimana keterbukaan informasi publik di Indonesia?
Kategori Sedang
Berdasarkan hasil penilaian Indeks Keterbukaan Informasi Publik, Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana menyatakan bahwa Indonesia berada dalam kategori sedang dengan skor Indeks Keterbukaan Informasi Publik sebesar 71,37. Skor tersebut melampaui target Indeks Keterbukaan Informasi Publik Nasional yang tertera di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yakni sebesar 35.
Selain melakukan penilaian Indeks Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat juga melakukan monitoring dan evaluasi bersama sejumlah informan ahli sejak Januari hingga Desember 2020.
Terdapat 83 badan publik yang mencapai kelas informatif, 63 badan publik berkualifikasi menuju informatif, 54 badan publik berkualifikasi cukup informatif, 37 badan publik berkualifikasi kurang informatif, dan 100 badan publik berkualifikasi tidak informatif.
Gede Narayana mengatakan bahwa secara garis besar, keterbukaan informasi publik Indonesia mengarah pada perbaikan pengelolaan dan pelayanan informasi publik.
Atas capaian tersebut, Komisi Informasi Pusat tidak merasa berpuas diri dan akan terus berupaya mendorong, serta meningkatkan pelayanan dan pengolahan informasi publik , sehingga seluruh badan publik berada pada kualifikasi informatif.
Sayangnya, meski Indonesia telah mencapai kategori sedang terkait dengan Indeks Keterbukaan Informasi Publik, dan telah menunjukkan peningkatan berdasarkan hasil dari monitoring dan evaluasi keterbukaan badan publik, masih terdapat hoaks dan disinformasi yang masif di kalangan masyarakat.
Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan keterbukaan informasi publik di masing-masing badan publik, serta membekali masyarakat dengan literasi digital, terlebih dalam menyambut pesta demokrasi, yakni pemilihan umum 2024 yang diselenggarakan secara serentak.
Berdasarkan pengalaman pada tahun 2019 yang bertepatan dengan momentum pesta demokrasi Pilpres dan Pileg, Tim AIS Kominfo menemukan 3.356 isu hoaks, dengan 916 isu hoaks berasal dari kategori politik dan 566 isu hoaks berasal dari kategori pemerintahan.
Berkaca kembali pada pesatnya lonjakan informasi hoaks mengenai vaksinasi COVID-19, bukan merupakan hal yang tidak mungkin informasi hoaks mengenai politik dan pemerintah dapat melonjak lebih tajam pada masa pemilihan umum.
Menumbuhkan kepercayaan terhadap pemerintah melalui keterbukaan informasi publik dan meningkatkan literasi digital masyarakat merupakan langkah antisipasi dampak Pemilu 2024.
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021