Tripoli (ANTARA News) - Pasukan yang setia pada pemimpin Libya Moamer Kadhafi merebut lagi Zawiyah dekat Tripoli dari tangan pemberontak, demikian dilaporkan televisi pemerintah, Jumat.

Televisi Saluran Satu mengatakan, "Penduduk Zawiyah dan para pemimpin komite rakyat telah mengamankan Zawiyah dari pasukan teroris bersenjata," demikian AFP melaporkan.

Saluran Dua mengatakan, pasukan pemerintah mengendalikan sebagian besar kota kelas menengah itu, yang terletak sekitar 60 kilometer sebelah barat Tripoli, dan menyita dari pemberontak 31 tank, 19 kendaraan lapis baja pengangkut pasukan dan persenjataan lain yang mencakup peluncur roket dan senapan anti-pesawat.

Laporan-laporan mengatakan, "pemimpin kelompok teroris" kota itu yang bernama Hussein Darbuk dan deputinya tewas dan beberapa tokoh lain pemberontak ditangkap.

Dalam pidato pada 24 Februari, Kadhafi menuduh penduduk Zawiyah berpihak pada pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden. Kota itu menjadi tempat tinggal sejumlah perwira militer pendukungnya dan lokasi kilang minyak terbesar Libya.

"Kalian di Zawiyah telah beralih ke Bin Laden," katanya. "Mereka memberi kalian obat bius."

"Jelas bahwa masalah ini kini dijalankan oleh Al-Qaeda," kata Kadhafi dalam pidatonya kepada para sesepuh kota itu. "Anak-anak muda bersenjata itu, anak-anak kita, dihasut oleh orang-orang yang diburu Amerika dan dunia Barat."

Kamis, Presiden AS Barack Obama mengatakan, Kadhafi telah kehilangan legitimasi dan harus mengundurkan diri.

"AS dan seluruh dunia marah atas kekerasan mengerikan yang terjadi pada rakyat Libya," kata Obama pada jumpa pers di Gedung Putih.

Pernyataan Obama itu disampaikan ketika kekerasan terus berlanjut di Libya dengan laporan-lapooran mengenai serangan udara oleh pasukan Kadhafi.

Hampir seluruh wilayah negara Afrika utara itu terlepas dari kendali Kadhafi sejak pemberontakan rakyat meletus di kota pelabuhan Benghazi pada pertengahan Februari. Meski demikian, Kadhafi bersikeras akan tetap berkuasa.

Ratusan orang tewas dalam penumpasan brutal oleh pasukan pemerintah dan ribuan warga asing bergegas meninggalkan Libya pada pekan pertama pemberontakan itu.

Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa.

Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.

Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.

Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.

Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.

Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.

Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011