Jakarta (ANTARA News) - Dugaan intervensi pemerintah terlihat jelang kongres PSSI yang akhirnya diundur sesuai putusan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) dari Maret menjadi April 2011 dikhawatirkan dapat melemahkan persepakbolaan nasional.
Sebab, salah satu yang pantang dilakukan pemerintah di negara mana pun di dunia sesuai statuta FIFA adalah intervensi pemerintah, termasuk terhadap PSSI, demikian disampaikan tokoh dan pengamat sepakbola, Irawadi Hanafi dan Ketua Umum Ikatan Atlet Nasional Indonesia (IANI) Icuk Sugiarto kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
"Jika Indonesia terkena sanksi FIFA akibat intervensi pemerintah, maka yang rugi kita sendiri. Itu artinya bukan saja mencoreng wajah Indonesia di mata internasional, tapi juga akan membuat masa depan sepakbola tanah air semakin suram. Bersyukur, belum lama ini FIFA tak menjatuhkan sanksi tersebut," ujar Irawadi.
Menurut dia, Indonesia harusnya belajar dari sejumlah negara yang sudah pernah mendapat sanksi FIFA karena kuatnya intervensi pemerintah di negara tersebut. Sebut saja negara seperti Nigeria, Yunani, Kamerun, Tunisia, Irak, Brunei Darusalam, Kuwait, Iran, Madagaskar, Tunisia, Albania dan lain-lain. Bahkan, sejumlah negara besar seperti Inggris dan Prancis pun mendapat sanksi yang sama dari FIFA akibat intervensi pemerintah tersebut.
Irawadi berpendapat, kalau pemerintah tak segera mengubah sikap dan akan terus melakukan intervensi bukan mustahil sanksi FIFA akan segera diterima Indonesia. Sebab, sinyalnya sudah ada seperti pernah diungkapkan Dali Taher, bahwa FIFA mengirim surat elektronik peringatan keras menolak intervensi pemerintah di PSSI.
Dalam kaitan inilah, lanjut Irawadi, menjadi tidak relevan berbicara tentang kedaulatan negara dalam kontek statuta FIFA. Sehingga, beberapa komentar seolah menantang pemberlakuan sanksi tersebut.
"Ini bukan soal kedaulatan, tapi soal peraturan yang berlaku di FIFA secara internasional yang harus ditaati dan dilaksanakan seluruh negara di dunia. Kalau kita memahami makna kedaulatan secara sempit dalam konteks FIFA ini sama artinya dengan makin meminggirkan persepakbolaan nasional dari kancah internasional. Dan itu artinya juga bahwa sepakbola kita akan semakin mundur dan jauh tertinggal," ujarnya.
Namun begitu, Irawadi mengaku ada hikmah yang bisa dipetik dibalik kisruh PSSI ini. Sebab, dinamika PSSI dengan segala pernak perniknya berujung pada dua hal baik. Pertama, dimundurkannya kongres PSSI sampai suasana kondusif. Kedua, kuatnya opini publik yang membuat pemerintah risih dan berpikir ulang untuk melakukan intervensi kepada PSSI.
Senada dengan itu, Icuk Sugiarto berpendapat, jika Indonesia tak menaati statuta FIFA sama dengan mengucilkan diri dari kancah sepakbola internasional. "Orang boleh tak suka kepada Nurdin, silahkan aja. Ini demokrasi. Tapi, jangan sampai ketidaksukaan itu diikuti dengan merusak rumah sepakbola nasional, yaitu PSSI. Sebab, yang rugi kita semua," katanya.
Icuk mengajak semua pihak untuk berpikir jernih dan objektif. "Silahkan tak suka Nurdin Halid, tapi fakta membuktikan, PSSI mampu membangkitkan rasa nasionalisme yang begitu bergelora ketika final AFF 2010 lalu. Ini tak pernah terjadi di event nasional apapun dan jelas sebuah prestasi PSSI yang monumental," ujarnya.
Icuk menambahkan, sepakbola itu merupakan ranah civil society yang tak boleh diintervensi sama seperti media massa. Karena itu, biarkan masalah bola ini, termasuk PSSI, diserahkan kepada urusan civil society tanpa harus diintervensi pemerintah. Apalagi, dengan memaksakan terpilihnya calon yang dijagokan pemerintah.
Sebelumnya diberikan, Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) membantah melakukan intervensi terhadap Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
"Kami hanya menjalankan tugas dengan memberikan peringatan agar PSSI mengoreksi diri. Ini sesuai dengan Pasal 122 UU No 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (KSN)," ujar Menpora Andi Mallarangeng pada rapat kerja di Komisi X DPR RI di Jakarta (28/2).
Menpora juga mengklarifikasi surat dari Sekretaris Jenderal FIFA yang dikirimkan kepada PSSI pada 22 Februari 2011. Surat itu diserahkan salah satu anggota Komisi X DPR RI kepada Menpora ketika sesi pertanyaan digelar.
Salah satu isinya yang paling krusial, katanya, Sekjen FIFA menyebutkan bahwa KOI akan mengambil alih PSSI. "Kami, pemerintah, tidak pernah menyampaikan itu. Kami hanya menyampaikan peringatan agar PSSI mengoreksi diri. Kedua, kalau pemerintah bertindak sesuai dengan peringatan itu baru intervensi. Jadi peringatan itu bukanlah intervensi. Posisi kami hanya memberikan peringatan," demikian Menpora.(*)
(R009/K004)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011