Teheran (ANTARA News) - Sejumlah putri Mir Hossein Mousavi hari Kamis menyatakan dihalangi mengunjungi ayah-ibu mereka meski para pejabat pengadilan mengatakan bahwa pemimpin oposisi Iran itu berada di rumah dan tidak dipenjara.
Dalam surat terbuka yang dipasang di situs berita Mousavi, Kaleme.com, anak-anak perempuan Mousavi itu mengatakan, mereka tidak diizinkan oleh pasukan keamanan untuk menemui orang-tua mereka ketika mereka pergi ke rumah pemimpin oposisi itu di Teheran pada Rabu, demikian AFP melaporkan.
"Kami membaca berita bahwa orang-tua kami tidak dalam penahanan rumah dan mereka bukan tahanan... yang berarti kami, anak-anak mereka, bisa mengunjungi mereka," kata surat putri Mousavi yang tidak disebutkan namanya itu.
"Namun, ternyata tidak demikian. Kami pergi ke rumah orang-tua kami, dan dari pintu gerbang besi yang dipasang di gang rumah mereka, kami dihadang oleh pasukan keamanan, yang mengatakan `anda tidak boleh pergi, berita (bahwa anda bisa berkunjung) tidak benar`," kata surat itu.
"Kami tidak melihat orang-tua kami dan tidak mendengar suara mereka. Kami prihatin atas ketidakberesan (dalam pemberitaan) ini," kata mereka.
Rabu, jaksa Teheran Abbas Jafari Dolatabadi membantah klaim anggota-anggota keluarga Mousavi dan pemimpin oposisi lain, Mehdi Karroubi, bahwa kedua orang itu dan istri mereka ditahan di sebuah penjara di ibukota Iran tersebut.
"Tuan Mousavi dan Karroubi, bersama istri mereka, berada di rumah mereka," kata Dolatabadi, dan pernyataannya itu juga dibenarkan oleh jaksa agung Iran Gholam Hossein Mohseni Ejeie.
Ejeie mengatakan kepada kantor berita resmi IRNA, keempat orang itu berada di rumah mereka namun "sejumlah pembatasan komunikasi diberlakukan pada mereka".
Dalam beberapa pekan terakhir ini, laporan-laporan simpang-siur bermunculan mengenai keberadaan kedua pemimpin oposisi tersebut dan istri mereka.
Kelompok pendukung mereka, yang mengadakan protes-protes sebelumnya pada 14 dan 20 Februari, mengatakan, demonstrasi lebih lanjut akan diadakan pada 15 Maret jika Mousavi dan Karroubi tetap dikenai penahanan rumah setelah 1 Maret.
Mousavi dan Karroubi adalah calon-calon presiden yang kalah dalam pemilihan dua tahun lalu, namun mereka menganggap pemilu itu dicurangi.
Iran dilanda pergolakan besar setelah pemilihan presiden Juni 2009 yang disengketakan itu.
Ratusan reformis ditahan dan diadili dalam penumpasan terhadap oposisi pro-reformasi setelah pemilihan umum presiden itu, yang disusul dengan kerusuhan terbesar dalam kurun waktu 31 tahun.
Mousavi dan Karroubi, mantan ketua parlemen yang berhaluan reformis, bersikeras bahwa pemilihan Juni itu dicurangi untuk mendudukkan lagi Mahmoud Ahmadinejad ke tampuk kekuasaan.
Meski ada larangan protes dan penindakan tegas dilakukan oleh aparat keamanan, para pendukung oposisi berulang kali memanfaatkan acara-acara umum untuk turun ke jalan.
Delapan orang tewas dan ratusan pendukung oposisi ditangkap dalam demonstrasi pada 27 Desember 2009, ketika ribuan pendukung oposisi melakukan pawai semacam itu.
Sejumlah reformis senior, aktivis, wartawan dan yang lain yang ditangkap setelah pemilu Juni itu dikabarkan masih berada di dalam penjara dan beberapa telah disidangkan atas tuduhan mengobarkan kerusuhan di jalan. Oposisi mengecam persidangan itu.
Kubu garis keras di Iran menuduh para pendukung oposisi, yang turun ke jalan-jalan untuk memprotes pemilihan kembali Ahmadinejad sebagai presiden, didukung dan diarahkan oleh kekuatan-kekuatan Barat, khususnya AS dan Inggris.
Para pemimpin dunia menyuarakan keprihatinan yang meningkat atas kerusuhan itu, yang telah mengguncang pilar-pilar pemerintahan Islam dan meningkatkan kekhawatiran mengenai masa depan negara muslim Syiah itu, produsen minyak terbesar keempat dunia.
Presiden Mahmoud Ahmadinejad, yang telah membawa Iran ke arah benturan dengan Barat selama masa empat tahun pertama kekuasaannya dengan slogan-slogan anti-Israel, dan sikap pembangkangan menyangkut program nuklir negaranya, dinyatakan sebagai pemenang dengan memperoleh 63 persen suara dalam pemilihan tersebut.
Para pemimpin Iran mengecam "campur tangan" negara-negara Barat, khususnya AS serta Inggris, dan menuduh media asing, yang sudah menghadapi pembatasan ketat atas pekerjaan mereka, telah mengobarkan kerusuhan di Iran.
Sejumlah pejabat Iran mengatakan, 36 orang tewas selama kerusuhan itu, namun sumber-sumber oposisi menyebutkan jumlah kematian 72. Delapan orang lagi tewas selama protes anti-pemerintah pada 27 Desember 2009, menurut data resmi. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011