Warsawa (ANTARA News) - Arab Saudi mampu menutupi setiap kekurangan dalam pasokan minyak global karena gejolak di Libya sekarang, kepala Badan Energi Internasional mengatakan Rabu.
Arab Saudi "dapat memasok setiap kekurangan. Sekalipun, jika Libya mungkin benar-benar menghentikan ekspor ... Saudi (Arab Saudi) dapat menutupi atau Saudi dapat (mengejar) ... permintaan minyak ini," kata Nobuo Tanaki kepada wartawan, seperti dilaporkan AFP.
Sebuah pemberontakan rakyat melawan orang kuat Libya Moamer Kadhafi yang rezimnya telah berkuasa empat dekade telah memukul produksi minyak Libya sekitar 1,6 juta barel per hari, sekitar 85 persen diekspor ke Eropa, menurut IEA.
Arab Saudi, produsen terbesar OPEC, pada Senin mengatakan pihaknya "berkomitmen untuk menjada stabilitas pasar" dan memastikan bahwa pasokan minyak tetap tersedia untuk mengimbangi penurunan ekspor minyak Libya.
"Situasi saat ini sangat berbeda dari 2008 ketika harga naik ke 147 dolar karena kami memiliki banyak kapasitas cadangan di negara-negara produsen seperti Saudi (Arab Saudi)," kata Tanaki.
"Kita tidak perlu terlalu banyak khawatir tentang sisi penawaran," tegasnya, menambahkan lagi bahwa "secara global kami memiliki banyak kapasitas cadangan."
Namun, Kepala IEA yang berbasis di Paris, menyatakan keprihatinan tentang minyak yang mencapai harga 100 dolar AS per barel karena kekhawatiran pada masalah di Libya dan pemberontakan rakyat di Timur Tengah dan Afrika Utara.
"Kami prihatin tentang apa yang terjadi di Afrika Utara dan Timur Tengah. Yang membuat pasar sangat gugup tentang gangguan mendatang," Kepala IAE mengakui.
Tanaki memperingatkan bahwa pemulihan ekonomi global dapat terhambat -- khususnya di negara berkembang -- jika harga saat ini $ 100 dolar AS adalah untuk terakhir sepanjang tahun.
"Jika harga 100 dolar berlanjut sepanjang tahun ini, hal itu akan membuat pemulihan ekonomi sulit, terutama di negara berkembang," kata kepala IEA.
Kontrak berjangka New York, minyak mentah light sweet kembali naik di atas 100 dolar AS pada Rabu karena kerusuhan di Timur Tengah, sementara minyak mentah Brent berada di atas 115 dolar AS. (A026/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011