Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, mengingatkan penundaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dari rencana awal April dapat menyebabkan realisasi volumenya menembus 40 juta kilo liter, melampaui kuota 38,6 juta kiloliter dalam APBN 2011.
Hingga saat ini pemerintah belum membuat keputusan final mengenai implementasi pembatasan konsumsi BBM bersubsidi dan sejauh ini studi masih dilakukan untuk melihat kesiapan serta efektifitas dari rencana penerapan kebijakan tersebut di wilayah Jabodetabek, katanya di Jakarta, Rabu.
"Kalau ternyata tidak bisa diimplementasikan di Jabodetabek dengan efektif, mungkin itu akan ditunda. Kalau ditunda, pesan dari Kementerian Keuangan adalah jangan sampai melewati alokasi (volume BBM bersubsidi) 38,6 juta kiloliter," ujarnya.
Menurut dia, realisasi konsumsi di atas kuota yang direncanakan akan berisiko terhadap ketahanan fiskal, terutama dari sisi anggaran volume dan subsidi.
Ia menjelaskan penundaan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi berpotensi meningkatkan beban anggaran subsidi seklitar Rp3-6 triliun.
"Kalau sampai melampaui (kuota), saya sudah jaga-jaga itu nanti bisa Rp3-6 triliun tambahan (subsidinya)," katanya.
Menkeu mengatakan apabila ada kemungkinan pembatasan konsumsi BBM bersubsidi ditunda pelaksanaannya hingga Juli namun penerapannya mencakup wilayah yang lebih luas, yaitu di seluruh Pulau Jawa.
"Ini masih awal tahun, nanti kali pembatasannya ditunda, misalnya Juli, tapi itu langsung se-Jawa. Kan nanti bisa tercapai (target penghematan subsidi), jadi kami optimis," ujarnya.
Apabila penundaan dimungkinkan, Kementerian Keuangan akan kembali berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan instasi terkait untuk merumuskan konsep pembatasan BBM bersubsidi yang matang dan tepat sasaran.
"Kalau rencananya pembatasan subsidi BBM kan 1 April, tapi kan jika sebaikmya ditunda ya ditunda saja. Hasil kajiannya kan, apakah itu efektif atau tidak kan saya belum lihat," ujar Menkeu.
Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, menjelaskan, apabila terjadi penundaan, masa penundaan akan digunakan untuk merancang konsep pengawasan yang tepat untuk menghindari adanya migrasi pengguna Pertamax ke premium.
Menurut dia selama ini kajian mengenai penghematan BBM bersubsidi baru sebatas pada premium, belum mempertimbangkan jenis BBM bersubsidi lainnya seperti solar.
"Peningkatan volume premium itu akan terjadi. Karena pertambahan roda dua terjadi dan pertambahan kendaraan roda empat yang digunakan untuk transportasi publik juga terus meningkat. Makanya setiap tahun ada adjustment terhadap kenaikannya," ujarnya.
Sementara Ketua Tim Kajian Dampak Sosial Ekonomi Kebijakan Pembatasan Konsumsi BBM Bersubsidi, Anggito Abimanyu, mengharapkan pemerintah tetap memberlakukan pembatasan pada April karena berdasarkan kajian yang telah dilakukan hal tersebut sangat dimungkinkan.
"Sebaiknya menerima karena bulan April ya dan April itu bulan deflasi, saya rasa sudah cukup matang dan saya bisa mentestimoni karena saya mengkaji sendiri dan melihat sendiri kesiapan di tingkat kebijakan maupun di tingkat lapangan, tetapi mau jelasnya nanti lah opsi apa yang akan kita berikan," ujarnya.
Ia mengharapkan pembatasan BBM bersubsidi segera direalisasikan karena berdasarkan kajian yang akan segera dilaporkan kepada Menko Perekonomian hanya dibutuhkan penegasan dari pemerintah, karena persiapan di lapangan juga sudah sangat memadai.
"Saya kira harusnya jalan ya, ini tinggal keberanian saja, karena kajian kita dan kesiapan dilapangan seharusnya bisa dijalankan," ujarnya.(*)
(T.S034/A027)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011