Surabaya (ANTARA News) - Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Pius Lustrilanang, menegaskan bahwa gedung baru DPR RI senilai Rp800 miliar akan segera dibangun.
"Hampir pasti (pembangunan gedung baru itu), karena lelang pembangunannya akan dilakukan pada awal pekan ini," kata anggota Fraksi Gerindra DPR RI itu di Surabaya, Rabu.
Tokoh aktivis 1998 itu mengemukakan hal itu di sela-sela kunjungan kerja BURT DPR RI ke Universitas Airlangga (Unair) Surabaya untuk mencari masukan terkait sosialisasi Renstra DPR RI 2010-2014.
Ditanya pro dan kontra pembangunan gedung baru itu, ia menilai mayoritas anggota DPR RI sudah menyetujui sehingga kemungkinan dibatalkan tidak akan terjadi.
"Mekanisme putusan di DPR itu bertingkat dan hal yang bisa membatalkan adalah kesepakatan antarpimpinan DPR, tapi kesepakatan itu justru sudah ada dan mayoritas setuju," katanya.
Oleh karena itu, katanya, pihaknya meyakini pembangunan gedung baru itu akan tuntas dalam 2-3 tahun kedepan. "Pembangunan juga nggak mengganggu aktivitas, karena bangunan baru," katanya.
Dalam sosialisasi yang dilakukan sembilan anggota BURT DPR RI di depan dosen dari 13 fakultas di Unair itu, dosen antropologi Unair Drs Nurcahyo Tri Arianto M.Hum mempermasalahkan Rumah Aspirasi.
Sementara dosen politik Unair Dra Dwi Windyastuti Budi MA menyarankan Rumah Aspirasi berbentuk "public sphere" (ruang publik) seperti taman umum yang bisa diakses oleh masyarakat dan tidak tersekat-sekat oleh fraksi atau partai.
Menanggapi usulan tersebut, anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Theresia E. Pardede atau yang lebih dikenal dengan nama Tere mengatakan, Rumah Aspirasi tidak terjebak dalam kemasan dan bisa disesuaikan dengan keadaan di lapangan.
"Berdasarkan Renstra, bentuk fisik Rumah Aspirasi memang tidak dijelaskan secara rinci, karena itu saya setuju dengan usul-usul itu," katanya.
Dalam pertemuan itu, DPR RI juga memperoleh ide untuk menggarap konsep dukungan keahlian dari akademisi dan para ahli.
Sesuai Renstra DPR RI 2010-2014, DPR berencana membentuk Badan Fungsi Keahlian (BFK) yang dikelola oleh pakar-pakar dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia untuk memberi masukan kepada DPR dan sebagai check and balance.
"Inti dari konsep ini adalah menyerap gagasan yang berguna dari pakar-pakar terbaik untuk kemudian digunakan demi memajukan bangsa. Kami berharap semua perguruan tinggi terbaik bisa terwakilkan dalam BFK ini," kata Abdul Hakim dari Fraksi PKS DPR RI.
Selain itu, para akademisi Unair juga meminta penguatan DPD/senator, penguatan legislator/DPR dan senator perempuan, dan pengembangan "e-parliament" untuk meningkatkan komunikasi dengan konstituen yang bukan sekedar membeli peralatan elektronik.
(E011/B013/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011