Brussels (ANTARA News/RIA Novosti-OANA) - Rusia dan NATO akan membahas situasi di Libya dalam pertemuan Dewan Rusia-NATO di Brussels pada Rabu, menurut dubes Rusia di NATO, Dmitry Rogozin.
"Saya tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa situasi di Libya akan dibahas dalam pertemuan tersebut, meskipun hal ini tidak ada dalam agenda resmi," kata Rogozin kepada RIA Novosti setelah rapat kerja dengan Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen pada Selasa.
Rogozin mengatakan bahwa meski ketidaksepakatan serius di antara anggota pada keterlibatan aliansi dalam aksi militer mungkin melawan rezim Muammar Gaddafi, NATO akan hampir pasti hanya bertindak atas persetujuan Dewan Keamanan PBB.
Masyarakat internasional mengutuk aksi kekerasan oleh otoritas Libya yang kabarnya menewaskan sampai 2.000 orang dalam bentrokan antara demonstran dan pendukung pemimpin Muamar Gaddafi sejak pemberontakan rakyat dimulai pada 15 Februari.
Terinspirasi oleh revolusi baru-baru ini di Tunisia dan Mesir, rakyat Libya menuntut mengakhiri 42 tahun pemerintahan otoriter Gaddafi.
Pada Selasa, PBB menangguhkan keanggotaan Libya di Dewan HAM PBB dalam upaya untuk membujuk rezim negara itu menghentikan kekerasan terhadap pengunjuk rasa.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, masyarakat antarbangsa harus fokus pada penerapan sanksi terhadap Tripoli sebelum mempertimbangkan wilayah larangan terbang di Libya.
Ketika ditanya apakah ia mendukung wilayah larangan terbang, yang dikaji beberapa negara Barat, Lavrov menyinggung resolusi Dewan Keamanan PBB, yang memberlakukan sanksi terhadap pemerintah Muamar Gaddafi sejak dua hari lalu.
"Saya kira, kita harus menghindar dari keterburu-buruan dan tetap fokus dalam menempatkan resolusi tersebut lebih dulu," katanya kepada wartawan di Jenewa.
Dewan Keamanan PBB pada Sabtu menyetujui secara bulat larangan perjalanan dan pembekuan harta serta embargo persenjataan kepada pemerintah Gaddafi. Mereka juga memerintahkan penyelidikan kejahatan kemanusiaan kepada penguasa sangat keras terhadap penentangnya itu.
Sebagai tindak lanjut mengakhiri kemelut di Libya, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa, seperti Inggris, mempertimbangkan pemberlakukan wilayah larangan terbang di negara Afrika utara itu dapat mencegah penguasa tersebut dari pemboman ke rakyat lewat udara.
Tapi, Lavrov mengatakan masalah wilayah larangan terbang tidak pernah diangkat selama pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton di sela-sela rapat Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Senin.
"Kami membahas keadaan di Libya, Timur Tengah dan Afrika utara, tapi tidak pernah membicarakan wilayah larangan terbang," kata Lavrov.
"Tidak ada usul tentang hal tersebut untuk saat ini," katanya.
"Kami percaya bahwa semua usul baru harus diangkat dan dipelajari Dewan Keamanan PBB," kata Lavrov.
Menteri Luar Negeri Australia Kevin Rudd menyuarakan dukungan terhadap rencana wilayah larangan terbang, meski timpalannya dari Kanada mengatakan tidak ada kesepakatan dalam persekutuan itu terhadap usul tersebut.
(H-AK/A023/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011