Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI dari daerah pemilihan Jakarta Selatan dan Luar Negeri, Fayakhun Andriadi menyatakan, ketidakmampuan Gubernur Fauzi Bowo menyediakan solusi transportasi Jakarta secara bermatabat, merupakan tindakan pelanggaran HAM yang serius.
"Banyak ekses negatif yang dialami warga akibat salah urusnya Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Fauzi Bowo atas transportasi jalan raya. Di antaranya yang kini menonjol, pelecehan seksual pada penumpang Trans Jakarta," ungkapnya kepada ANTARA di Jakarta, Selasa malam.
Ia mengemukakan ini, merespons pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelumnya yang mengatakan, kinerja Pemerintah Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta mengatasi kemacetan lalulintas hanyalah `pepesan kosong`.
"Jangankan Presiden yang secara jelas menyatakan kinerja Gubernur DKI atas kemacetan Jakarta adalah `pepesan kosong`, saya sebagai wakil rakyat dari Dapil Jakarta pun terlalu banyak menerima keluhan rakyat atas `payah`nya kinerja Fauzi Bowo sebagai Gubernur DKI," ungkapnya.
Padahal, menurutnya, persoalan kemacetan baru satu dari `gunung` persoalan DKI Jakarta yang selama masa kepemimpinan Fauzi Bowo dirasakan sebagai `pepesan kosong`, tidak seperti `jargon`-nya ketika kampanye: "serahkan pada ahlinya."
"Foke, mana keahlianmu," tanya politisi yang kini tengah menuntaskan studi doktor ilmu politik di Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI) ini.
Tidak Manusiawi
Fayakhun Andriadi lalu mengungkapkan sejumlah ekses negatif lainnya akibat salah urusnya masalah lalulintas Jakarta, di samping pelecehan seksual yang marak belakangan ini.
Yakni, menurutnya, adanya beragam cara tidak manusiawi seperti kebiasaan menaikkan dan menurunkan penumpang di tengah jalan dengan resiko sangat berbahaya terkena sambaran mobil atau kendaraan lainnya yang bisa berakibat fatal bagi penumpang.
"Tegasnya, wahana transportasi masyarakat kita ini tidak manusiawi. Yaitu, beroperasinya bus kota milik swasta berbasis setoran dengan konsekuensi terjadinya `uber-uberan`, kebut-kebutan, ugal-ugalan, hingga menaikkan dan menurunkan penumpang di tengah jalan itu tadi," ungkapnya.
Lalu, lanjutnya, ada `fenomena Bajaj` sebagai angkutan ibukota yang berbasis tawar menawar tarif jasa, belum lagi problematik `omprengan`, `ojekan`, hingga taksi-taksi `gelap` (bernomor polisi warna hitam).
"Sungguh sebuah kekacauan sarana transportasi massal sebuah `metropolitan besar` yang berpenduduk lebih dari sembilan juta jiwa, akibat salah urus atau `miss-management` pengelolanya yang mendapat amanat rakyat untuk mengatur kepentingan publik," katanya.
Ia juga menyorot penggunaanpajak kendaraan bermotor yang dihimpun Pemprov DKI Jakarta agak tidak transparan.
"Lalu tidak ada efek balik, yakni memberikan kenyamanan menggunakan kendaraan bermotor bagi para pembayar pajak tersebut," ujarnya.
Selanjutnya, Fayakhun Andriadi mempertanyakan berapa banyak korban jiwa lalulintas karena menabrak marka beton `busway` yang semrawut di seluruh kota Jakarta?
"Para korban jiwa lalulintas tersebut rata-rata adalah pengguna sepeda motor, yang membayar pajak, dan membayar Asuransi Jasa Raharja. Lalu pertanyaan berikutnya, berapa persen yang disantuni pihak Jasa Raharja," tanyanya lagi.
Energi Terbuang
Fayakhun Andriadi juga menyorot kritis mengenai begitu banyaknya energi terbuang percuma akibat kemacetan lalulintas yang sudah rutin, ritual serta telah menjadi pemandangan keseharian di Jakarta.
"Semua energi itu terbuang percuma, seperti biaya bahan bakar, waktu banyak tersita padahal sia-sia, belum lagi peningkatan `stress` bagi pengemudi maupun penumpang yang sering memicu konflik sosial di jalan raya," katanya.
Kondisi ini, menurutnya, semakin menurunkan kualitas hidup warga Jakarta, yang pada akhirnya berpengaruh kepada tingkat produktivitas nasional.
"Mengingat, 60 persen denyut ekonomi kita berada di Jakarta. Karena itu, solusi mengatasi kemacetan lalulintas harus segera dibuat. Pemprov DKI jangan lagi terjebak pada berbagai program `pepesan kosong`-nya, tetapi aksi nyata di lapangan," tandasnya.
Fayakhun Andriadi lalu meminta pentingnya program aksi penataan angkutan kota yang benar-benar taat hukum berlalulintas, juga perbaikan serta peningkatan seluruh kapasitas maupun kualitas sumberdaya manusia serta infrastruktur. (M036/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011