Jakarta (ANTARA News) - Pengajar Hukum Media Universitas Airlangga Dr Henry Subiakto menyatakan pemerintah harus terus berupaya keras agar masyarakat kawasan perbatasan bisa merasakan menjadi bagian penting bangsa Indonesia.
Beberapa saat setelah peresmian stasiun radio perbatasan di kota perbatasan Sendawar, Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Henry melalui hubungan telepon seluler dengan ANTARA, Senin malam, menyatakan warga negara di juga memperoleh akses informasi tentang negerinya secara memadai.
"Tidak hanya di`cekoki` informasi oleh media-media negara tetangga," kata Staf Ahli Menkominfo, yang juga Ketua Dewan Pengawas Perum LKBN ANTARA.
Di Sendawar, Hendri hadir bersama Direktur Utama (Dirut) Radio Republik Indonesia (RRI), Niken Widiastuti, Anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo dan Wagub Provinsi Kaltim, menyaksikan peresmian Studi RRI yang ke-15 yang ada di kawasan perbatasan pedalaman RI.
Radio perbatasan Sendawar di wilayah pedalaman tapal batas RI-Malaysia itu, menurutnya, melengkapi 62 stasiun radio siaran di berbagai kota dan satu siaran luar negeri (dengan sembilan bahasa) oleh RRI.
"Jadi total menjadi 78 stasiun siaran. Saat ini ada 15 stasiun radio di wilayah perbatasan, termasuk di Sendawar, Kabupaten Kutai Barat," ujarnya.
Pembangunan stasiun radio di pedalaman perbatasan, katanya, bertujuan untuk memperkuat kebijakan negara dalam membangun konsep sabuk pengaman informasi Indonesia ("Indonesian information safetybelt policy").
Mengeratkan Kebangsaan
Menurut Henry Subiyakto, keberadaan RRI di perbatasan, melengkapi keberadaan 112 `desa berdering` di kawasan tapal batas Indonesia-Malaysia di Kaltim.
"Juga melengkapi insfrastruktur jaringan TVRI di wilayah ini. Televisi Republik Indonesia (TVRI) juga membangun transmisi di Nunukan, Sebatik, Malinau dan Gunung Lampu," ungkapnya.
Ia kembali menyatakan, dengan dibangunnya infrastruktur komunikasi ini, diharapkan masyarakat pinggiran bisa menerima informasi di samping juga bisa merasakan menjadi bagian vital dari bangsa Indonesia.
"Mereka juga bisa ikut berinteraksi dengan siaran RRI, mengakses internet, juga menggunakan telepon seluler, yang kesemuanya ditujukan untuk menyatukan Indonesia melalui pendekatan ICT," katanya.
Selama ini, menurutnya, masyarakat pinggiran lebih akrab dengan layanan informasi dari radio dan televisi Malaysia.
"Melalui keberadaan RRI yang menjangkau perbatasasn, jelas mengeratkan kebangsaan warga di perbatasan. Malah kalau perlu, kita siarkan dinamika Indonesia ke negeri tetangga, termasuk kita ekspor sitem demokrasi ke sana," tandasnya lagi.
Mengutip penyampaian Dirut RRI, ia mengungkapkan, untuk membuka isolasi informasi di garda terdepan NKRI, banyak manfaatnya bagi penyatuan NKRI serta menghadapi arus atau perang informasi.
"Batas wilayah darat dan laut kan yang menjaganya adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sementara dalam `perang` informasi dengan negara tetangga di wilayah perbatasan, maka RRI tampil di garis depan," katanya.
Niken Widiastuti juga memaparkan, keberadaan stasiun RRI di daerah pinggiran merupakan upaya untuk membuka isolasi informasi di garda terdepan NKRI.
Dalam kesempatan itu anggota Komisi I DPR RI, Roy Suryo menjelaskan tentang sistem pertahanan negara.
"Bahwa, selain pertahanan fisik, maka pertahanan secara informasi memang sangat penting. Ini harus ada sinergi antara Pemerintah Pusat, termasuk di dalamnya Kementerian Komunikasi Informasi (Kominfo), Pemerintah Daerah, RRI, TVRI serta Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA," katanya.
Henry Subiyakto menyimpulkan, upaya memberdayakan warga pinggiran di perbatasan pedalaman RI merupakan hal vital agar mereka mampu tampil secara mantap membela kedaulatan ibu pertiwi serta berwibawa menampakkan citra NKRI di garis terdepan Nusantara.(*)
(T.M036/T010)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011