Pada saat COVID-19, kita merasa situasi berat dan berpikir untuk meletakkan fundamental kuat untuk fiskal, tidak hanya pajak tapi betul-betul fondasi fiskal baik penerimaan, pengeluaran, termasuk pembiayaan

Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan bahwa krisis akibat COVID-19 menjadi momentum untuk memperbaiki fundamental kebijakan fiskal termasuk perpajakan, sehingga pemerintah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Pada saat COVID-19, kita merasa situasi berat dan berpikir untuk meletakkan fundamental kuat untuk fiskal, tidak hanya pajak tapi betul-betul fondasi fiskal baik penerimaan, pengeluaran, termasuk pembiayaan," kata Suryo dalam Sosialisasi UU HPP di Jakarta, Senin.

Menurutnya, UU HPP disahkan sebagai pelengkap beberapa aturan yang telah disahkan sebelumnya seperti Undang-Undang terkait Tax Amnesty yang ditetapkan pada 2016 dan Undang-Undang Cipta Kerja pada 2020.

"Undang-undang HPP yang baru 7 Oktober 2021 kemarin disetujui dalam rapat paripurna DPR melengkapi puzzle reformasi perpajakan. Series UU ini meletakkan kepercayaan antara masyarakat wajib pajak dengan pemerintah atau dalam hal ini spesifik DJP (Direktorat Jenderal Pajak)," kata Suryo.

Salah satu isu yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan UU HPP, menurutnya, ialah penerimaan perpajakan yang tidak pernah mencapai target setiap tahun. Begitu pula di tengah COVID-19, meskipun penerimaan perpajakan telah diproyeksi bakal turun, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2020 tetap kurang dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

"Sudah di APBN-P ketemu di sekitar Rp1.190 triliun tetap tidak tercapai juga di 2020. Padahal di sisi lain pemerintah harus intervensi memelihara kesehatan dan perekonomian sehingga perlu sesuatu alat hukum untuk mengajak seluruh komponen masyarakat saling bantu," imbuh Suryo.

Dengan UU HPP, pemerintah berharap penerimaan negara dapat lebih kuat dan berkelanjutan. Serangkaian reformasi fiskal ke depan juga diharapkan membuat pengeluaran negara lebih efektif dan efisien.

"Pembiayaan juga kita inginkan yang sesuai dengan keperluan. Jadi ini yang kita coba duduk kan bahwa ada dimensi ke depan sehingga kita harus solid," ucapnya.

Baca juga: Sri Mulyani sebut insentif pajak telah dimanfaatkan Rp60,57 triliun
Baca juga: Wamenkeu: UU HPP berpotensi tambah penerimaan Rp140 triliun pada 2022
Baca juga: Ekonom: Pajak orang kaya berpotensi dongkrak penerimaan negara

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021