Padang (ANTARA News) - Isu dan prediksi Kota Padang rawan gempa diikuti gelombang tsunami telah berkontribusi dalam menurunkan pendapatan perkapita warga setempat terutama yang berkegiatan ekonomi pada kawasan "red zona" (paling rawan tsunami).

Prediksi dan isu-isu itu justru muncul saat pemerintah dan masyarakat Padang kembali bangkit pascagempa 7,9 SR tahun 2009 yang menyebabkan banyaknya kerusakan di wilayah ini, kata Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD Padang, Joni Ismet dalam pandangan fraksi ini terhadap APBD Padang 2011 dikutip di Padang, Minggu.

Menurut dia, masyarakat Padang menyadari pascagempa 2009 telah mengubah tatanan kota dan prilaku warganya sehari-hari serta kini dihadapkan lagi pada isu-isu dan prediksi tsunami dimana Padang disebutkan daerah paling rawan bencana tersebut.

Kondisi seperti itu yang kemudian berkontribusi menurunkan pendapatan perkapita warga setempat terutama yang berkegiatan ekonomi pada kawasan pesisir pantai Padang yang masuk daerah paling rawan tsunami, tambahnya.

Ia menyebutkan, Padang dan wilayah pesisir pantai lainnya di Sumatera Barat harus menerima kenyataan sebagai daerah yang rawan tsunami, namun kesadaran ini harus diimbangi dengan kesiapsiagaan terhadap bencana itu.

Dalam hal ini, Fraksi PAN meminta Pemerintah Kota Padang segera bergerak cepat dalam mempersiapkan segala hal dalam kesiapsiagaan terhadap tsunami termasuk sarana prasarana untuk evakuasi warga apabila terjadi tsunami.

Penyiapan itu antara lain, jalur-jalur evakuasi, shelter (tempat perlindungan) dan terus memberikan arahan kepada masyarakat dalam menghadapi bencana agar tidak banyak korban berjatuhan apabila bencana itu terjadi, katanya.

Padang dan daerah pesisir pantai di Sumbar dinilai paling beresiko terhadap bencana gelombang tsunami karena sebanyak 534.878 orang warga terdata bermukim pada zona merah tsunami di daerah itu.

Warga bermukim di zona merah tsunami terdapat di kawasan pesisir pantai Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Pasaman Barat dan Kepulauan Mentawai, kata Direktur Eksekutif LSM Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Indonesia, Patra Rina Dewi.

Data tersebut berdasarkan penelitian sejumlah pihak terkait di tingkat nasional, tambahnya.

Warga yang bermukim di zona merah tsunami itu terbesar di Kota Padang mencapai 380.402 orang, kemudian Pesisir Selatan (36.980), Pasaman Barat (29.649), Pariaman (25.029), Padang Pariaman (24.861), Agam (20.644) dan Kepulauan Mentawai (17.313).

Sumbar merupakan daerah dengan resiko dan potensi tsunami tinggi, berdasarkan sejarah dan hasil penelitian para ahli, katanya.

Dari penelitian diketahui bencana gelombang tsunami menghantam Pulau Sumatera setiap 200 tahun dan Sumbar mempunyai potensi resiko tinggi jika musibah itu terjadi.

Peneliti itu antara lain dilakukan Prof Kerry Sieh dan Dr Danny Natawidjaya, yang mengungkapkan Sumbar, terutama Kota Padang dalam sejarah telah dua kali dilanda gelombang tsunami, yakni pada tahun 1604 dan 1833.

Selain itu, majalah National Geographic Indonesia Edisi I juga menyebutkan Padang mempunyai potensi resiko tertinggi di dunia jika terjadi tsunami ditinjau dari jumlah penduduk yang berada di pesisir pantai.

Tingginya resiko ini disebabkan letak geografis daerah ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan dilalui lempeng Indo Australia-Eurasia yang aktif bergerak empat hingga enam centimeter pertahun.

Pergerakan lempeng itu jika bertumbukan atau mengalami patahan dapat memicu terjadinya gempa bumi yang berpotensi diikuti gelombang tsunami.

Meskipun tidak semua gempa menimbulkan tsunami, namun karena Padang dan Sumbar dilalui lempeng, maka gempa akan bisa dirasakan sehingga dapat menjadi peringatan dini akan terjadinya tsunami.

Tsunami didahului gempa yang disebabkan patahan atau tumbukan lempeng, jatuhnya benda langit atau kekuatan tektonik di daratan yang mempengaruhi gerakan lempeng di dasar laut. (H014/E001/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011