Jakarta (ANTARA News) - Direktur Ekskutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menilai PSSI merupakan magnet penyedot massa sehingga banyak kelompok maupun pemilik kepentingan akan berusaha masuk ke dalamnya termasuk dari pemerintah.
"Isu PSSI saat ini jauh lebih `hot` dibandingkan mafia pajak, Ahmadiyah maupun kasus-kasus besar lainnya. Kondisi ini jelas terlihat jika sepak bola dalam hal ini PSSI sudah masuk ranah politik," kata Denny JA di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, nuansa politik yang ada saat ini jelas terlihat adanya pengaruh besar dari Partai Demokrat dan Golkar. PSSI yang dalam kegiatannya melibatkan banyak orang jelas bisa menguntungkan pada Pemilu 2014 mandatang.
Sebagaimana diketahui, sepak bola telah menjadi daya tarik masyarakat Indonesia. Setiap kegiatan baik kompetisi reguler maupun pertandingan timnas selalu dihadiri ribuan. Kondisi ini jelas potensial bagi parpol yang akan bersaing pada Pemilu mendatang.
Ditanya kemelut yang terjadi di PSSI saat ini, Denny menjelaskan pemerintah melalui Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Mallarangeng seharusnya tidak melakukan intervensi terlalu jauh karena PSSI memilik atuRan atau statuta tersendiri dan dilindungi statuta FIFA.
Pemerintah, kata dia, kapasitasnya hanya sebagai pengawas bukan masuk keranah teknis seperti yang telah dilakukan Menpora yaitu meminta Komite Banding Pemilihan untuk mengoreksi keputusan Komite Pemilihan yang hanya meloloskan Nurdin Halid dan Nirwan D Bakrie.
"Pemerintah telah melampaui kewenangannya pada organisasi profesi seperti PSSI. Ini jelas terlihat jika ada kepentingan yang besar di balik kemelut penentuan calon ketua umum PSSI," katanya.
Denny menggarisbawahi tiga hal yang terjadi pada kemelut PSSI yaitu pemerintah terlalu melampaui kewenangannya, kedua, adanya persaingan antara Demokrat dan Golkar demi Pemilu 2014 dan ketiga adalah pemerintah terkesan tidak menyukai salah satu calon.
"Pemerintah boleh tidak suka dengan salah satu calon. Tapi tidak seharusnya melakukan intervensi. Saya juga melihat jika Demokrat (pemerintah red) tidak rela jika PSSI dikuasai oleh Golkar," katanya.
Hal yang sama juga dikatakan Direktur Negarawan Center Johan Silalahi. Menurut dia, saat ini politisasi di tubuh asosiasi sepak bola Indonesia jelas terlihat. Kedua pihak baik PSSI melalui Nurdin Halid maupu pemerintah melalui Menpora terlalu berlebihan dalam menyikapi hal yang terjadi.
"Nurdin telah mengaitkan keberhasilan timnas dengan parpol dan pemerintah terlalu jauh dengan melakukan intervensi. Seharusnya itu tidak terjadi. Sebelum memberikan pernyataan seharusnya pemerintah meminta pendapat ahli terlebih dahulu," katanya.
Ditanya masalah perubahan di tubuh PSSI, Johan mengaku sangat setuju dengan perubahan asal semuanya sesuai dengan perutaran yang ada. Selain itu tidak ada intervensi dari manapun.
Melihat kondisi saat ini, kata dia, PSSI adalah sebuah komoditas yang diperebutkan oleh dua parpol besar yaitu Demokrat dari pemerintah dan Golkar dari PSSI saat ini. KOndisi ini seharusnya tidak perlu terjadi jika semuanya bisa duduk bersama dalam mencari solusi.
"Saya melihat ada kepentingan besar dibalik ini. Jika tidak, Pak George Toisutta tidak akan mempertaruhkan jabatannya maupun TNI AD hanya untuk sebagai ketua organisasi profesi seperti PSSI," katanya.
Johan menjelaskan jika kemelut ini tidak segera diselesaikan maka konflik kepentingan akan terus terjadi. Pihaknya menyarankan mekanisme pemilihan Ketua Umum PSSI dilakukan dari awal dan merangkul tokoh-tokoh yang potensial dalam mengembangkan persepakbolaan Indonesia.
"Sebaiknya Nurdin Halid dan George Toisutta tidak maju dalam pencalonan. Saya yakin masih banyak warga Indonesia lain yang mampu dan kredibel dalam memimpin PSSI kedepan," katanya.
Kemelut di tubuh PSSI terjadi setelah pemerintah dinilai telah melakukan intervensi terhadap PSSI. Gelombang unjuk rasa langsung terjadi hampir disemua daerah dengan tuntutan revolusi PSSI dan menuntut mundur Ketua Umum PSSI periode 2007-2011, Nurdin Halid.
Dengan adanya intervensi ini, kemungkinan besar PSSI akan mendapatkan sanksi tegas dari FIFA yaitu dibekukan keanggotaannya. Dampaknya timnas Indonesia tidak bisa turun pada pertandingan internasional hingga pembekuan kembali dicabut.(*)
(T.B016/I015)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011