Kairo (ANTARA News) - Sebanyak 253 warga negara Indonesia (WNI) yang sempat terkatung-katung selama lebih 40 jam di Bandar Udara Internasional Tripoli akhirnya meninggalkan Libya pada Ahad dini hari waktu setempat menuju Tunisia.
"Alhamdulillah, atas berkat doa semua pihak, kelompok pertama WNI telah terbang dari bandara Tripoli pada Ahad dini hari pukul 00.30 waktu setempat atau 05.30 WIB ke Tunis dengan pesawat Tunisia Air," kata Duta Besar RI untuk Libya, Sanusi, yang dihubungi ANTARA dari Kairo, Ahad dini hari.
Jarak tempuh dari Tripoli ke bandara Tunis dengan menggunakan pesawat sekitar 1 jam 10 menit.
Dubes Sanusi menjelaskan, para WNI tersebut telah menunggu di bandara Tripoli sejak Jumat pagi, namun pesawat Tunisia Air yang dicarter KBRI itu terkendala teknis karena sulitnya mendapatkan izin mendarat dari pihak berwenang Libya.
Padahal semua urusan keimigrasian dan kepastian mereka untuk terbang sudah rampung sejak Jumat pagi dan hanya tinggal menunggu naik pesawat.
"Saya sendiri sejak Sabtu pagi berada di bandara, dan selalu kontak dengan Tunisia Air, tapi mereka juga mengalami kesulitan, dan akhirnya kejelasan mulai terlihat pada Sabtu petang," katanya.
Disebutkan, situsai di bandara ibu kota Libya saat ini padat, dibanjiri ribuan warga asing yang hendak menyelematkan diri ke luar negeri.
Kendati demikian, suasana jalan ke bandara cukup lengang dan aman, ujar Dubes Sanusi dan menambahkan bahwa dari KBRI ke bandara hanya ditempuh sekitar 25 menit.
Selama di bandara, para WNI tersebut menunggu dengan penuh harapan dan makanan selama satu hari lebih disediakan KBRI, katanya.
Sementara itu, sebanyak 181 WNI di Libya mencakup mahasiswa, keluarga staf KBRI dan kalangan tenaga kerja, terdaftar untuk kelompok terbang kedua, namun sejauh ini jadwal evakuasinya belum ditetapkan, dan masih menunggu instruksi dari pemerintah pusat di Jakarta.
Di sisi lain, laporan-laporan media di Timur Tengah menyebutkan bahwa situasi di Libya semakin mencekam dan persediaan bahan makanan pokok mulai menipis di seantero negara itu yang dilanda prahara politik. (M043/M016/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011