kami menyerukan pengunduran diri perdana menteri, menteri pertahanan, semua yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah itu
Manama (ANTARA News) - Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa memecat tiga menteri "penyebab krisis" setelah kerusuhan di negara itu, kata stasiun televisi Al Jazeera, Jumat, mengutip sumber pejabat yang tidak disebut namanya.
Stasiun televisi itu tidak merinci lebih jauh dan tidak ada segera konfirmasi, tetapi televisi Al Arabiya mengatakan menteri-menteri kesehatan dan perumahan termasuk di antara tiga menteri yang dipecat. Televisi itu tidak menyebut nama menteri yang ketiga, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Puluhan ribu orang sebagian besar dari kelompok Syiah berkumpul di Manama, Jumat, yang diumumkan sebagai hari berkabung oleh pemerintah dalam salah satu dari protes-protes anti pemerintah terbesar sejak kerusuhan meletus 10 hari lalu.
Massa dalam jumlah besar bergerak ke Taman Mutiara, satu lokasi protes-protes gerakan pemuda oposisi yang berusaha menggulingkan pemerintah yang dipimpin kaum Sunni dan menyerukan dibentuknya konstitusi baru, diilhami pemberontakan rakyat di Mesir dan Tunisia.
Ibrahim Martar, anggota parlemen dari kelompok oposisi Weqaq, mengatakan para menteri itu yang disebut dalam laporan itu berada dibalik krisis itu.
"Semua perubahan ini kecil... kami menyerukan pengunduran diri perdana menteri, menteri pertahanan, semua yang bertanggung jawab atas pertumpahan darah itu," katanya.
Tujuh orang tewas dalam protes-protes oleh kelompok Syiah, penduduk mayoritas negara itu lama mengeluhkan diskriminasi di Bahrain, yang sekutu dekat Amerika Serikat dan Arab Saudi.
Dinasti al Khalifa menguasai Bahrain selama 200 tahun dan keluarga itu menguasai kabinet yang dipimpin paman raja itu, yang menjadi perdana menteri sejak merdeka tahun 1971.
Menteri luar negeri Bahrain, Sheikh Khalid bin Ahmed al Khalifa, Kamis mengemukakan kepada Reuters bahwa semua masalah dapat dirundingkan dalam satu dialog nasional yang bertujuan mengakhiri konflik antara pemerintah dan para pemrotes yang menuntut pembentukan pemerintah yang dipilih.
"Segalanya dapat dirundingkan," kata menteri itu menjawab pertanyaan-pertanyaan apakah Bahrain akan mempertimbangkan perubahan-perubahan dalam kabinetnya dalam menanggapi tuntutan-tuntutan para pemrotes.
Pertemuan Jumat diserukan oleh satu dewan tokoh agama terkemuka termasuk Sheikh Issa Qassem, ulama Syiah paling disegani di Bahrain.
Pemerintah mengumumkan hari berkabung nasional atas tewasnya para pemrotes dalam bentrokan yang meletus 14 Februari dan berlangsung sampai pemerintah menarik seluruh pasukan dari jalan-jalan kurang seminggu kemudian.
"Ini adalah satu langkah positif," kata Jasim Hussain, seorang anggota parlemen dari Wefaq. "Tetapi banyak lagi yang harus dilakukan, seperti memberikan keluarga (dari mereka yang tewas) waktu di televisi negara untuk mengutarakan perasaan mereka. Media pemerintah sulit meliput ini," katanya.
Massa bergerak perlahan menuju Taman Mutiara , membawa bendera-bendera Bahrain dan meneriakkan yel-yel dan menyerukan pemerintah mundur.
Pemerintah membantah adanya diskriminasi terhadap warga Syiah di Bahrain, yang merupakan sekitar 70 persen penduduk negara itu tetapi minoritas di parlemen Bahrain yang memiiki 40 kursi karena proses pemilihan yang menurut mereka menghambat mereka.
Puluhan ribu pemrotes pro pemerintah juga berkumpul beberapa kali dalam beberapa hari belakangn ini, mengataksn reformasi-reformasi yang diluncurkan oleh raja Bahrain sepuluh tahun lalu telah menghasilkan kebebasan dan demokrasi di wilayah Arab Teluk itu.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011