Jambi (ANTARA News) - Ratusan ton sayur mayur di daerah sentra produksi Renah Pemetik Kabupaten Kerinci dibiarkan sampai membusuk tanpa dipanen oleh petani.
"Sedikitnya 120 ton kentang, dan ratusan ton tanaman agrikultura sayur mayur lainnya seperti ubi jalar, kol, lobak, tomat, terung dan lai sebagainya dibiarkan membusuk di lahan oleh petani yang ogah memanen," kata Kepala Dinas Pertanian Ir Kamil, saat dihubungi di Kerinci, Jumat.
Kondisi itu terjadi, kata Kamil, karena petani sudah apatis dengan hasil pembudidayaannya tersebut disebabkan sulitnya pendistribusian keluar lokasi mengingat ketiadaan jalan atau jalur yang memadai.
"Karena kondisi itu ongkos membawa keluar areal sampai ke jalan utama yang berada belasan kilometer, menjadi lebih mahal dari harga jual hingga mencapai 75 persen hingga 100 persen atau dua kali lipat. Harga jual kentang hanya Rp2.500 sementara ongkos bawa mencapai Rp3.500, sehingga petani memilih membiarkan tanamannya sampai membusuk di lahan tanpa dipanen," kata Kamil.
Renah Pemetik yang terdiri dari beberapa desa dan termasuk dalam wilayah adminstratif di dua kecamatan yakni Siulak dan Air Hangat Timur merupakan daerah subur yang sangat cocok ditetapkan sebagai sentra pengembangan berbagai produk agrikultura, kata Kamil.
Daerah itu juga merupakan areal perkebunan tanaman holtikultura yang dikelola sebagai perkebunan rakyat seperti Kayu Manis (cassiavera) dan kopi.
"Sayangnya karena ketiadaan ruas jalan produksi atau jalan usaha tani tersebut, produksi pertanian di kawasan tersebut hingga kini belum berarti banyak dalam mengangkat perekonomian masyarakat setempat. Jalan utama saja baru selesai dibangun pada proyek tahun lalu," kata dia.
Saking sulitnya, bahkan ada petani yang telah memanen kebun kayu manisnya empat tahun lalu, namun hasil produksinya masih disimpan atau belum dibawa keluar untuk dijual ke agen hingga lembaran kulit kayu manis tersebut sampai ditumbuhi lumut di `umin` (ruang di bawah rumah panggung warga yang sering dijadikan gudang).
Apalagi, tambahnya, bagi tanaman kentang dan sayur mayur lain yang tidak bisa tahan lama. Padahal, pada saat musim panen seperti saat sekarang ini masing-masing petani bisa memanen 5 hingga 6 ton setiap harinya dari satu hektar lahannya.
Kondisi ini menurut para petani setempat terjadi setiap tahunnya, hanya sebagian kecil mayarakat yang memaksa diri membawa keluar hasil taninya, itupun dilakukan oleh mereka yang berada tidak tidak terlalu jauh dari jalan utama.
Guna mengatasi permasalahan ini pihak Distan telah berupaya mencari celah untuk pembiayaan pembangunan jalur jalan produksi dan jalur usaha tani bagi warga setempat.
"Salah satunya kita sudah mengajukan proposal ke pemerintah pusat melalui Kementrian Pertanian di Jakarta pada Januari 2011 lalu, saat ini proposal tersebut tengah dipelajari oleh Kementan, kita harapkan akan ada anggaran untuk itu, meskipun peruntukan realisasinya untuk 2012," tandasnya. (BS/Y006/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011