"Kami bersyukur dan senang karena korban Merapi dari Dusun Kaliadem yang semua rumahnya hancur sudah bisa mendapat tempat berteduh, namun saat hujan turun dengan deras air juga ikut `berteduh` dan masuk dalam rumah," kata Kepala Desa Kepuharjo, Cankringan Heri Suprapto, Jumat.
Menurut dia, air hujan yang melimpah tersebut tidak dapat terbuang dan menggenang di area "shelter" hingga masuk dalam rumah sementara tersebut akibat belum adanya drainase yang memadai.
"Lokasi `shelter` ini sebelumnya merupakan tanah kas desa yang masih banyak pohon-pohonya serta lokasi miring dan tidak ada saluran pembuangan air atau drainase, sehingga saat digunakan untuk `shelter` air hujan tidak terserap tanah dan menggenang hingga masuk rumah," katanya.
Ia mengatakan, akibat masih seringnya air hujan masuk ke dalam "shelter" maka para penghuni juga belum berani untuk mengisi dengan perabotan.
"Barang-barang harus diamankan dan tidak bisa diletakkan di lantai karena setiap turun hujan air pasti masuk rumah, selain itu lumpur yang terbawa air juga mengakibatkan lantai kotor," katanya.
Heri berharap, Pemerintah atau pihak yang melaksanakan pembangunan "shelter" dapat segera membuat drainase yang memadai sehingga air hujan tidak menggenang dan masuk dalam rumah.
"Kami harapkan Pemerintah atau pihak yang membangun segera dapat memberikan solusi agar warga yang sebelumnya tinggal di barak pengungsian selama lebih dari tiga bulan tersebut dapat segera hidup nyaman dan memulai aktivitas," katanya.
Ia mengatakan, saat ini warga yang telah menempati "shelter" di Gondang I sebanyak 144 kepala keluarga yang menempati 140 "shelter". (V001/B013/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011