Surabaya (ANTARA) - Anggota DPR RI Mufti Anam meminta pemerintah untuk menghadirkan solusi bijak terkait kewajiban tes usap atau polymerase chain reaction (PCR) 2x24 jam sebagai syarat perjalanan udara di Jawa dan Bali.

Menurut Mufti kepada media di Surabaya, Jumat, kebijakan yang mengacu pada Instruksi Mendagri 53/2021 dan Surat Edaran (SE) Satgas COVID-19 No. 21/2021 itu kurang pas karena tidak semua daerah punya kelengkapan fasilitas tes "PCR" yang memadai.

"Ada yang berhari-hari baru keluar hasil PCR-nya, ada yang sampai 7 hari bahkan lebih jika orang yang dites cukup banyak. Bagaimana mau naik pesawat kalau hasilnya lama? Ketika terbit hasilnya, meskipun negatif tetap tak bisa dipakai karena sudah lewat masanya," ucap dia.

Seperti diketahui, dalam aturan terbaru surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4.

Untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, namun tes antigen masih tetap berlaku dengan durasi 1x24 jam. Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1x24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksin lengkap.

Mufti mengatakan, dengan belum meratanya fasilitas kesehatan di Tanah Air, maka akan semakin menyulitkan masyarakat yang akan bepergian.

Baca juga: DPR minta pemerintah jelaskan isu wajib PCR dalam penerbangan

Baca juga: Satgas: Pemerintah sesuaikan aturan perjalanan sopir logistik

"Kemudian memang semestinya dibedakan, mana yang keperluan screening dan mana yang untuk diagnosis. Kalau PCR kan untuk diagnosis. Untuk screening, instrumennya sebenarnya cukup aplikasi PeduliLindungi untuk cek vaksin dan tes antigen. PCR mestinya opsional saja, bukan wajib," tutur Muftix

Mufti juga meminta pemerintah untuk menghadirkan solusi bijak bila memang harus mengambil kebijakan tertentu untuk antisipasi lonjakan COVID-19 terulang kembali. Jika memang mewajibkan PCR, maka kualitas fasilitas kesehatan harus merata di semua daerah.

"Sehingga sebuah kebijakan tidak hanya mudah bagi orang Jakarta, Surabaya, Bandung, dan kota besar lainnya, tetapi menyulitkan daerah-daerah di luar kota besar," papar Mufti.

Dia menambahkan sejumlah opsi yang bisa ditempuh adalah menugaskan layanan kesehatan milik BUMN untuk memperluas jangkauan layanan ke daerah-daerah. Layanan BUMN tersebut haruslah prima, dengan hasil cepat, dan harga terjangkau.

Baca juga: Pelaku perjalanan udara Jawa-Bali wajib tes PCR

Baca juga: Persyaratan wajib tes PCR bagian uji coba pelonggaran mobilitas

"BUMN bisa dilibatkan dengan hadir di daerah-daerah yang menjadi basis transportasi udara dengan pelayanan yang pasti, waktunya tepat, harganya terjangkau. Bahkan kalau memang PCR jadi syarat, harusnya harga diturunkan," ujarnya.

Mufti menjelaskan, BUMN kesehatan juga bisa bersinergi dengan penyedia layanan kesehatan di daerah, dan pemerintah harus mengkoordinasikannya.

"Jadi harusnya begitu, ketika ada kebijakan pewajiban tertentu maka harus ada solusinya," ucap Mufti.

Pewarta: A Malik Ibrahim
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021