Jakarta (ANTARA) - Flinsya A Sumangkut Inaray (11), salah satu anak yatim di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, tidak bisa menahan rasa haru tatkala Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga mengunjungi rumahnya pada Selasa (19/10/2021).
Anak yang meneteskan air mata itu menjadi yatim setelah ditinggalkan orang tuanya yang dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa karena terpapar COVID-19.
Meski COVID-19 kini mulai mereda, akan tetapi dampaknya menyisakan pilu yang berkepanjangan, khususnya bagi anak anak yang ditinggal wafat bapak atau ibunya.
Keadaan seolah sekejap langsung berubah. Mereka yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tua kini dipaksa untuk memikirkan banyak hal, khususnya kebutuhan sehari hari dan masa depan keluarga.
Anak-anak seperti Flinsya A Sumangkut Inaray, barangkali di Indonesia jumlahnya ribuan, dan di tingkat dunia bisa lebih banyak lagi karena COVID-19 sudah masuk kategori pandemi.
Tentang anak-anak yang menjadi yatim, piatu, dan yatim piatu akibat ditinggal orang tuanya karena COVID-19, jumlahnya di Indonesia maupun dunia, memang belum ada data yang mendekati kepastian jumlah, kecuali secara sporadis.
Beberapa yang bisa dirujuk, seperti dari organisasi Kawal COVID-19 yang mengestimasikan hingga Juli 2021, sekurangnya 50.000 anak menjadi yatim piatu akibat pandemi COVID-19.
Lalu, estimasi yang disampaikan Kompas melalui risetnya menyebutkan jumlah anak yatim, yatim, piatu dan yatim piatu karena kehilangan orang tua akibat COVID-19 menurut provinsi per 17 Agustus sebanyak 30.912 anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memprediksi terdapat lebih dari 40.000 anak kehilangan orang tua akibat COVID-19.
Sementara dalam lingkup global, merujuk temuan salah satu riset yang dipublikasikan lembaga "The Lancet", diperkirakan ada 1.562.000 anak kehilangan, setidaknya satu orang tua yang meninggal karena COVID-19 sejak 1 Maret 2020 hingga 30 April 2021.
Kementerian Sosial (Kemensos) merujuk data dari Satgas Penanganan COVID-19, yang diakses dari https://kemensos.go.id menyebutkan hingga 20 Juli 2021 diketahui ada 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu.
Pada sisi lain jumlah anak yang terpapar COVID-19 sebanyak 350.000 orang dan 777 anak meninggal dunia.
Godok data
Karena itu, guna mengetahui angka lebih riil anak yatim dan yatim piatu terdampak itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri menyatakan pemerintah saat ini tengah menggodok data anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya itu dengan basis Nomor Induk Kependudukan (NIK).
Untuk mendapatkan data tersebut, pemerintah akan menggunakan big data New All Record (NAR) dari Pusdatin Kemenkes dan dipadankan dengan NIK dari Disdukcapil Kemendagri.
"Sehingga diharapkan nanti bisa diketemukan data dari anak-anak yatim/piatu/yatim piatu tersebut," kata Femmy, dalam Rapat Koordinasi Lanjutan Pendataan Anak Yatim Piatu Berbasis NIK, Kamis (9/9).
Dengan adanya data dengan basis NIK ini akan lebih mudah memberikan bantuan-bantuan untuk anak-anak yatim piatu karena COVID-19 hingga seluruh Indonesia.
Anak yatim dan yatim piatu tersebut sudah sangat membutuhkan bantuan, terlebih banyak mereka dari keluarga miskin dan keluarga sangat miskin.
Apresiasi
Dalam rangka memberikan bantuan kepada anak yatim dan yatim piatu tersebut, Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM BRI) bekerja sama dengan Forum Zakat (FOZ) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui Program Asa Anak Indonesia.
FOZ adalah asosiasi lembaga pengelola zakat yang berfungsi sebagai wadah berhimpunnya Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) di seluruh Indonesia.
Tim YBM BRI Kantor Pusat yang diwakili Asisten Manager Operasional Muhammad Maharta dan Supervisor Wilayah Akhmat Randi dan Nuryadi secara sigap mempersiapkan paket bantuan setibanya di Kota Manado.
YBM BRI turut andil memberikan perhatian dengan menyalurkan 139 paket sembako dan alat tulis kepada anak-anak di wilayah Sulawesi Utara, salah satunya di Kelurahan Beringin, Kota Manado, bersama Menteri PPPA I Gusti Puspayoga didampingi istri Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw.
Menteri PPPA menyampaikan banyak hal tentang keprihatinannya terhadap anak-anak yang di usia belianya sudah ditinggal "pergi" orang tuanya.
Karena itu guna memenuhi panggilan hati nurani dan tanggung jawab moral, Kemen PPPA tidak surut untuk menyambangi banyak keluarga, khususnya anak-anak yang orang tuanya meninggal akibat COVID-19 yang mewabah di Indonesia secara luas.
Ia memberikan apresiasinya kepada YBM BRI atas program bantuan dimaksud.
Sementara itu Asisten Manager Operasional YBM BRI Muhammad Maharta menyatakan program itu merupakan wujud kepedulian pihaknya yang bergabung bersama FOZ untuk membantu dan meringankan kebutuhan anak yatim, yang salah satu atau kedua orang tuanya meninggal karena COVID-19.
Mendampingi Menteri PPPA mengunjungi beberapa rumah di Wilayah Manado dan Tomohon, tim menyaksikan kebahagiaan tertumpah ruah pada senyum anak-anak dan anggota keluarga yang dikunjungi.
Kehadiran di tengah kedukaan mereka bisa jadi sama berartinya dengan bantuan yang diberikan.
"Rasa bahagia yang mendalam ketika dana zakat infak sedekah (ZIS) yang diamanahkan mampu menjadi pengobat duka dan lara di kala musibah seperti ini," kata Maharta.
YBM BRI senantiasa berupaya seoptimal mungkin agar dana ZIS dapat menumbuhkembangkan potensi umat dan mampu memberdayakan, sekaligus menyampikan terima kasih kepada para muzakki, para dermawan yang hartanya diamanahkan kepada YBM BRI
Kepedulian semacam itu perlu dirawat dan diresonansikan sehingga kehadiran mereka sepatutnya menjadi rahmat bagi semua, karena untuk itulah mengapa manusia diutus di muka bumi ini.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021