Pemerintah dapat berbicara tentang pengurangan inflasi, tetapi orang tahu bahwa biaya setiap barang telah naik,
New Delhi (ANTARA) - Bagi penduduk Delhi Suman Milind, harga-harga yang melonjak di India membayangi perayaan Festival Cahaya Diwali pada tahun ini.

Ibu rumah tangga berusia 33 tahun itu mengencangkan ikat pinggang dan mengatur pengeluarannya, akibat lonjakan harga bahan bakar, transportasi, dan berbagai barang manufaktur. Peningkatan harga itu terjadi bersamaan dengan pendapatan yang tersendat akibat pandemi COVID-19.

“Sebelumnya, kita dapat membeli empat hingga lima kotak buah kering selama masa festival, namun sekarang mendapatkan satu atau dua saja susah. Akibat harga yang tinggi,” kata Milind, yang menambahkan bahwa keluarganya telah mengurangi pengeluaran untuk makanan dengan mengurangi konsumsi daging menjadi sekali dalam sepekan.

Jutaan rumah tangga di India menghadapi tekanan serupa atas keuangan mereka menjelang Diwali, yang jatuh pada awal November tahun ini dan menandakan musim belanja tertinggi untuk barang-barang konsumsi di negara itu.

Baca juga: Pertunjukan piramida manusia di India urung digelar karena pandemi

Banyak dari mereka yang meninggalkan pembelian-pembelian besar seperti televisi dan perhiasan pada musim yang meriah ini, menurut setengah lusin orang yang berbincang dengan Reuters serta sebuah jajak pendapat terhadap konsumen oleh lembaga konsultan Mumbai Axis My India.

Pelemahan tersebut mengancam gerak ekonomi India yang tengah berada dalam pemulihan dari dampak terburuk COVID-19.

Harga bensin dan solar naik hampir 35 persen dibandingkan tahun lalu dan harga gas rumah tangga meningkat lebih dari 50 persen. Lonjakan tersebut sangat memukul bagi lebih dari tiga perempat rumah tangga, kata para ekonom.

"Harga bensin dan gas untuk memasak yang meroket sangat menyulitkan, ketika pendapatan kami masih turun hampir 30 persen dari periode sebelum pandemi," kata Sultan Singh Tomar (53 tahun) yang memasok dupa dan peralatan dapur ke toko-toko di New Delhi menggunakan skuternya.

Dia mengatakan bahwa pengeluarannya untuk bensin naik sebesar 600 rupee (sekitar Rp 113.000) dari tahun lalu dan pengisian ulang tabung gas memasak meningkat sebesar 400 rupee (sekitar Rp 75.000).

Tomar termasuk di antara jutaan orang yang bekerja di sektor informal yang harus menggunakan tabungannya selama pandemi dan sekarang terpaksa mengurangi pengeluaran rumah tangga.

Baca juga: Warga India hirup udara beracun, sehari usai Festival Diwali

Selama berbulan-bulan, inflasi berbasis harga konsumen di India berada di atas tingkat aman bank sentral sebesar 6 persen, didorong oleh peningkatan harga-harga makanan.

Pada September, indeks harga konsumen menurun ke 4,35 persen, didorong dengan harga makanan yang melemah. Harga makanan sendiri merupakan setengah dari indeks tersebut.

Para ekonom mengatakan bahwa angka tersebut memberikan gambaran yang lebih baik terkait apa yang dihadapi oleh rumah-rumah tangga.

Menurut laporan Axis My India pada Oktober terkait tren pengeluaran konsumen, lebih dari 88 persen responden dalam jajak pendapat mengatakan bahwa mereka tak akan membeli barang-barang seperti pendingin ruangan, televisi, mesin cuci, atau perhiasan pada musim festival ini dan hampir setengah mengatakan mereka akan membeli barang-barang dengan kisaran harga lebih rendah seperti pakaian.

Tak banyak yang dapat dilakukan oleh pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi untuk mengurangi kesulitan tersebut, di tengah peningkatan harga minyak mentah global yang mencapai level tertinggi dalam tiga tahun, sebesar 85 dolar AS (Rp1,2 juta) per barrel. Hal tersebut semakin menekan India, negara yang mengimpor 80 persen minyaknya.

Bidisha Ganguly, kepala ekonom di kamar industri, Konfederasi Industri India, mengatakan pemerintah federal dan negara bagian harus memotong pajak bahan bakar karena harga bahan bakar yang lebih tinggi menimbulkan risiko inflasi jangka menengah.

"(Jika tidak) pendapatan perusahaan akan terpengaruh di sektor-sektor di mana produsen tidak dapat meneruskan kenaikan biaya," katanya, menambahkan kekurangan global juga telah menaikkan biaya komoditas untuk banyak produk.

Baca juga: Festival Holi di India sepi di tengah kekhawatiran corona

Penurunan pembelanja

Para ekonom swasta telah memperingatkan bahwa inflasi tahunan berbasis harga grosir tetap berada di angka dua digit selama enam bulan berturut-turut dan dapat memicu tekanan inflasi lebih lanjut karena perusahaan meneruskan kenaikan biaya kepada konsumen.

Sejumlah pengecer telah mengatakan kenaikan biaya bahan baku berdampak pada penjualan mereka.

"Penjualan kami bahkan tidak setengah dari apa yang kami miliki selama periode festival," kata Kawaljit Singh, yang menjual peralatan dari sebuah toko di Chandani Chowk di kawasan lama Delhi.

Dia mengatakan kenaikan harga logam seperti baja dan tembaga telah mendorong harga peralatan, kompor, lampu festival dan barang hadiah sebesar 15-20 persen dalam empat hingga lima bulan terakhir.

Karena kenaikan harga dan ketidakpastian pasar lainnya, auditor perusahaan yang berbasis di Delhi, Lalit Vats, mengatakan keluarganya telah beralih ke produk tak bermerek dan mengunjungi pasar grosir untuk berburu barang murah.

"Pemerintah dapat berbicara tentang pengurangan inflasi, tetapi orang tahu bahwa biaya setiap barang telah naik," keluh ibunya, Anita Vats.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kasus COVID-19 India melonjak, PM Modi luncurkan Festival Vaksinasi
Baca juga: Festival besar Hindu cemaskan India saat kasus COVID meningkat

Penerjemah: Aria Cindyara
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021