"Para TKI tersebut terkena denda untuk pemetikan buah yang tidak masak dan buah yang tidak dipotong. Ini sangat memberatkan bagi para pekerja," kata Atase Ketenagakerjaan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia, Agus Triyanto AS, kepada ANTARA Newsdi Kuala Lumpur, Rabu, saat menyampaikan beberapa pengakuan TKI yang melarikan diri dari majikannya.
Dalam pengakuannya itu, kata Agus, para TKI yang bekerja di tempat tersebut juga dipotong gajinya untuk pembayaran permit (surat izin kerja), air dan listrik, serta pembayaran gaji tidak tepat waktu. Bahkan, mereka juga tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak karena atapnya bocor, tidak ada kamar kecil dan listrik.
Semua 28 TKI tersebut mengaku diberangkatkan oleh PT Kijang Lombok Raya, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan ditempatkan di Syarikat Aisyah Agro Specialist, Mesra Tani Enterprise dan Koperasi Wanita Daerah Tampin Bhd, Gemas, Negeri Sembilan.
Para pekerja tersebut selanjutnya memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan menuntut majikan untuk mengembalikan pemotongan gaji yang tidak sesuai prosedur yang dikenakan kepada mereka.
Saat ini, para TKI tersebut ditampung di KBRI sambil menunggu proses penyelesaian kasus dan proses pemulangannya ke Indonesia.
Terkait laporan tersebut, pihak Atase Ketenagakerjaan KBRI Kuala Lumpur telah menghubungi majikan untuk mendapatkan klarifikasi, namun majikan tidak koperatif dan merasa tidak bersalah memotong gaji TKI karena sudah membayar cukup besar untuk menempatkan TKI ke Malaysia.
Selanjutnya, kata Agus, pihaknya kemudian menghubungi wakil PT Kijang Lombok Raya untuk menyelesaikan kasus tersebut dan Mohd Iqbal selaku wakil dari perusahaan tersebut kemudian datang ke KBRI, serta berjanji akan berkomunikasi dengan majikan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Menurut Agus, berdasarkan penelitian ataupun pengecekan pihaknya terungkap bahwa ke 28 orang TKI tersebut ditempatkan di Malaysia tanpa prosedur yang ditetapkan, yaitu tanpa menggunakan surat permintaan pekerjaan (job order) sesuai undang-undang nomor 39 pasal 32 ayat 3 dan persepahaman Indonesia-Malaysia tahun 2004 pasal 8 huruf A.V yang mengatur tentang kewajiban membuat "Demand Letter" yang disahkan oleh perwakilan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, pelayanan "job order" saat ini untuk PT Kijang Lombok Raya dihentikan sampai kasusnya diselesaikan.
"Bila dalam tiga hari tidak menyelesaikan masalah tersebut, maka PT Kijang Lombok Raya akan kami ajukan untuk di black list," katanya.
(T.N004/Z002)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011