Kami akan mengundang pak Dipo Alam untuk bertemu dengan Dewan Pers khususnya untuk klarifikasi, bukan pengadilan, dan meminta keterangan apakah ini pernyataan dia pribadi atau pemerintah karena konsekuensi politiknya minimal sudah terjadiJakarta (ANTARA News) - Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan bahwa lembaga itu akan mengundang Sekretaris Kabinet Dipo Alam untuk melakukan klarifikasi atas pernyataannya yang dinilai merupakan tekanan terhadap pers.
"Kami akan mengundang pak Dipo Alam untuk bertemu dengan Dewan Pers khususnya untuk klarifikasi, bukan pengadilan, dan meminta keterangan apakah ini pernyataan dia pribadi atau pemerintah karena konsekuensi politiknya minimal sudah terjadi," katanya di Gedung Dewan Pers, Rabu.
Menurut dia, pernyataan Dipo Alam agar jajaran pemerintah memboikot iklan kapada media yang menjelek-jelekan pemerintah kurang tepat dan tidak pada tempatnya.
Ia mengatakan, bila memang Seskab Dipo Alam atau pemerintah tidak berkenan dengan pemberitaan yang dilakukan maka sesuai dengan koridor UU Pers no 40/1999 dapat memberikan hak jawab atau hak koreksi kepada media. Bila media tidak berkenan, maka hal itu dapat diadukan kepada Dewan Pers.
Menurut dia, pernyataan Dipo Alam yang tersebar dalam berita berbagai media tersebut, menunjukkan ketidakkonsistenan pemerintah terhadap pers.
Sebelumnya menurut dia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Hari Pers 9 Februari telah menyatakan bahwa pers Indonesia dalam jalur yang tepat. "Jadi ada ambivalensi di sini antara pernyataan Presiden dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam," katanya.
Ia menambahkan, langkah Dewan Pers dalam mengatasi permasalahan ini dilandaskan dalam koridor kewajiban dan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.
Bila nantinya pernyataan Dipo Alam diakui sebagai sikap resmi pemerintah, pihaknya akan menulis surat kepada Presiden terkait permasalahan ini. "Kita minta dijelaskan duduk permasalahannya, kalau itu sikap resmi pemerintah, kita mengirim surat ke Presiden," katanya.
(M041/S022/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011