Kami tidak mungkin lagi kembali ke Afghanistan....
Kupang (ANTARA) - Sebanyak 50-an pengungsi asal Afghanistan berunjuk rasa di depan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menuntut agar instansi tersebut dapat membantu mereka memproses status kewarganegaraan.
"Kami datang ke sini tujuannya meminta bantuan dari Pemerintah Indonesia melalui Kemenkumham NTT untuk memfasilitasi kami agar menyampaikan kepada IOM dan UNCHR soal keluhan kami ini," kata perwakilan pengunjuk rasa dari para pengungsi asal Afgahnistan Kubra Hanasi, di Kupang, Kamis, di sela unjuk rasa yang kesekian kalinya dengan tuntutan yang sama yakni soal status kewarganegaraan mereka.
Kubra mengatakan bahwa dirinya bersama suaminya sudah tujuh tahun berada di Kupang, sejak kurang lebih tahun 2015 terdampar di sekitar Pulau Rote Ndao.
Namun masih ada lagi yang sudah hampir 10 hingga 11 tahun berada di Kota Kupang, tapi belum jelas juga kapan akan dipindahkan oleh UNHCR atau IOM ke negara ketiga.
Pihaknya justru berharap agar Pemerintah Indonesia bisa menerima kehadiran mereka di Indonesia dengan menetapkan status kewarganegaraan mereka.
"Pilihan hanya dua saat ini, kami tidak mungkin lagi kembali ke Afghanistan karena Taliban sudah kuasai negara ini, karena itu harapan kami hanya dua yakni dipindahkan ke negara ketiga atau Pemerintah Indonesia mau menerima kami sebagai warganya," ujar Kubra.
Dalam unjuk rasa itu tidak hanya diikuti oleh orang tua, anak usia remaja dan pemuda, tetapi juga terdapat anak-anak kecil yang usianya berkisar 2 hingga 5 tahun.
Menurut Kubra saat ini ada sekitar 30 anak asal Afghanistan yang masa depannya tidak jelas, karena hingga saat ini belum mendapatkan kejelasan soal status kewarganegaraannya.
Pihaknya pun berharap agar bisa bertemu dengan Kepala Kanwil Kemenkumham NTT Marciana D Jone untuk berbicara langsung soal tuntutan mereka.
Baca juga: 3.500 pengungsi Afghanistan tiba di Australia
Baca juga: Taliban akan terima pengungsi Afghanistan yang dideportasi
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021