PBB (ANTARA News) - Sejumlah diplomat Libya di PBB hari Senin mendukung seruan-seruan pengunduran diri Muammer Kadhafi, demikian dilaporkan media AS.
Wakil Duta Besar Ibrahim Dabbashi mengatakan kepada CNN, Kadhafi telah "mendeklarasikan perang" dengan rakyat Libya dan sedang melakukan "genosida", demikian AFP melaporkan.
Staf misi menulis surat yang menyerukan pengunduran diri Kadhafi, katanya kepada New York Times. Namun, belum diketahui berapa banyak diplomat yang mengambil bagian dalam aksi tersebut.
"Ia (Kadhafi) harus turun sesegera mungkin," kata Dabbashi. "Ia harus berhenti membunuhi orang Libya."
Belum diketahui apakah Duta Besar Libya Abdurrahman Shalgham termasuk diantara kelompok pemrotes tersebut. Dabbashi mengatakan, ia tidak melihat duta besar sejak Jumat dan tidak mengetahui apakah ia berpikiran sama dengan staf misi yang lain.
Adam Tarbah, seorang sekretaris ketiga di misi PBB, mengatakan kepada Los Angeles Times, diplomat-diplomat itu mengambil keputusan tersebut "karena tindakan keji rejim menyerang rakyat Libya".
"Kami tahu bahwa langkah ini akan membuat keluarga kami yang kembali ke negara kami berada dalam bahaya, namun bagaimanapun mereka tetap dalam bahaya," kata Tarbah.
Diplomat itu menunjuk pada pidato Minggu yang disampaikan putra Kadhafi, Seif Islam, yang berjanji "berperang hingga peluru terakhir".
"Ia mengobarkan perang saudara," kata Tarbah. "Itu memalukan."
Diplomat-diplomat Libya di sejumlah pejuru dunia telah mengumumkan memisahkan diri dari Kadhafi.
Minggu, utusan tetap Libya untuk Liga Arab Abdel Moneim al-Honi menyatakan, ia telah melepaskan jabatannya untuk "ikut dalam revolusi" yang sedang terjadi di negaranya.
"Saya mengajukan pengunduran diri saya sebagai protes atas aksi penindasan dan kekerasan terhadap demonstran (di Libya) dan saya bergabung dalam revolusi," kata Honi.
Ia menyampaikan pernyataan itu kepada wartawan di Kairo, yang menjadi markas Liga Arab, setelah organisasi HAM Human Rights Watch melaporkan bahwa penindasan terhadap pemrotes di Libya menewaskan sedikitnya 173 orang.
Protes anti-pemerintah terus berlangsung di Libya hingga Senin, dan bentrokan-bentrokan dikabarkan menewaskan ratusan orang.
Kadhafi (68) adalah pemimpin terlama di dunia Arab dan telah berkuasa selama empat dasawarsa.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara Perdana Menteri Ahmed Shafiq.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011