Rabat (ANTARA News) - Lima mayat ditemukan di sebuah bank yang dibakar di tengah berlangsungnya demonstrasi yang menuntut perubahan di Maroko, demikian diumumkan kementerian dalam negeri, Senin.
Sekitar 128 orang, sebagian besar aparat keamanan, cedera dan 120 ditangkap dalam kerusuhan Minggu, setelah demontrasi yang diikuti sekitar 37.000 orang Maroko di sejumlah kota, kata Menteri Dalam Negeri Taib Cherkaoui, seperti dilaporkan Reuters.
Pemrotes menuntut Raja Mohammed menyerahkan sejumlah wewenang, membubarkan pemerintah dan membasmi korupsi.
Cherkaoui mengatakan pada jumpa pers, protes itu berlangsung damai namun sejumlah remaja dan pengacau melakukan aksi perusakan di Marrakesh, Tangier, Sefrou dan kota-kota lain.
Mayat yang gosong ditemukan di sebuah bank di kota wilayah utara, Hoceima. Cherkaoui mengatakan, toko-toko, kantor pemerintah, bank dan mobil rusak di berbagai kota akibat kerusuhan.
"Sejumlah pengacau memaksa masuk ke kantor bea cukai dan mencuri narkoba serta alkohol," kata Cherkaoui.
Ia menambahkan, 120 orang ditangkap setelah insiden tersebut.
Protes Minggu itu merupakan demonstrasi yang terbesar di Maroko sejak penggulingan kekuasaan di Mesir dan Tunisia menyebarkan gelombang protes di dunia Arab.
Meski spanduk dan slogan tidak secara langsung menyerang raja, baru pertama kali ini tuntutan bagi reformasi konstitusi diungkapkan secara terbuka oleh rakyat Maroko.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Libya dan Maroko, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara Perdana Menteri Ahmed Shafiq.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011