New York (ANTARA) - Dolar memangkas kerugian pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena imbal hasil obligasi pemerintah naik tetapi tetap lebih rendah pada hari itu karena mata uang lainnya, termasuk sterling dan euro, didorong oleh ekspektasi kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.
Greenback mencapai level tertinggi satu tahun terhadap sekeranjang mata uang lainnya pekan lalu karena imbal hasil obligasi pemerintah melonjak dan karena investor bertaruh Federal Reserve mungkin perlu menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi yang sangat tinggi.
Imbal hasil tampak stabil pada Selasa (19/10/2021), sebelum bergerak lebih tinggi lagi, dengan imbal hasil obligasi pemerintah AS10-tahun yang dijadikan acuan mencapai tertinggi lebih dari tiga bulan.
Pergerakan dolar lebih rendah pada Selasa (19/10/2021) kemungkinan dibesar-besarkan oleh faktor teknis karena investor menurunkan long position (posisi beli).
"Pergerakan suku bunga hampir tidak menjelaskan sejauh mana penurunan dolar AS," kata analis di Scotiabank dalam sebuah laporan. “Sebaliknya, tampaknya likuidasi jangka panjang dolar AS telah meningkat menjadi meninggalkan posisi yang lebih luas, memicu pembalikan teknis dalam dolar AS secara umum,” kata mereka.
Baca juga: Dolar turun, bank sentral lain lakukan pengetatan lebih awal dari Fed
Dolar juga merosot setelah data menunjukkan bahwa pembangunan rumah AS secara tak terduga turun pada September dan izin mendirikan bangunan jatuh ke level terendah satu tahun di tengah kekurangan bahan baku dan tenaga kerja yang akut, mendukung ekspektasi bahwa pertumbuhan ekonomi melambat tajam pada kuartal ketiga.
Presiden Fed Richmond Thomas Barkin mengatakan pada Selasa (19/10/2021) bahwa kekurangan tenaga kerja AS dapat bertahan lebih lama dari pandemi virus corona dan membatasi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan kecuali negara itu memiliki kebijakan pendidikan, kesehatan, dan pengasuhan anak yang lebih baik untuk meningkatkan jumlah orang yang mau dan mampu bekerja.
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap sekeranjang enam mata uang utama lainnya terakhir turun 0,22 persen di 93,73, setelah sebelumnya turun ke 93,50, terendah sejak 28 September.
Euro naik 0,25 persen menjadi 1,1640 dolar AS. Mata uang, termasuk sterling dan dolar Selandia Baru, diuntungkan dari meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga. Pound Inggris naik 0,51 persen menjadi 1,3798 dolar AS karena pasar uang menilai secara kumulatif 35 basis poin dalam kenaikan suku bunga pada akhir tahun.
Dolar Selandia Baru melonjak 1,14 persen menjadi 0,7159 dolar AS setelah data pada Senin (18/10/2021) menunjukkan inflasi harga konsumen tercepat dalam lebih dari satu dekade. Sebelumnya naik menjadi 0,7172 dolar AS, tertinggi sejak 11 Juni.
Baca juga: Dolar goyah saat inflasi global melonjak, kiwi dan sterling menguat
Inggris dan Selandia Baru telah memimpin kenaikan imbal hasil obligasi jangka pendek, dengan imbal hasil jangka pendek naik secara komparatif lebih banyak daripada di Amerika Serikat.
Dolar Aussie naik menjadi 0,7485 dolar AS, tertinggi sejak 15 Juli, mengabaikan risalah dovish dari pertemuan terakhir bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia).
Yuan mencapai level tertinggi empat bulan karena kekhawatiran tentang penularan dari masalah utang raksasa properti China Evergrande surut dan beberapa rekan-rekannya melakukan pembayaran kupon obligasi. Para pembuat kebijakan mengatakan akhir pekan lalu situasinya dapat dikendalikan.
Yuan di pasar luar negeri menguat hingga 6,3674 per dolar, terkuat sejak 1 Juni.
Bitcoin naik menjadi 63.789 dolar AS karena ETF (exchange traded fund) Bitcoin berjangka pertama mulai diperdagangkan, tertinggi sejak April ketika mencapai rekor tertinggi 64.895 dolar AS.
Baca juga: Sentimen risiko "rebound", dolar akhiri kenaikan lima minggu beruntun
Baca juga: Dolar bersiap hentikan kenaikan 5 minggu, yen sentuh terendah 3 tahun
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021