Jika Disdik menerapkan baca tulis Al quran menjadi prasyarat kenaikan kelas, ini kan memicu konflik SARA
Pamekasan (ANTARA News) - Kebijakan Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, mengharuskan para siswa bisa membaca dan menulis Al quran dan menjadikan prasyarat kenaikan kelas. Kebijakan itu menuai pro kontra sejumlah kalangan di wilayah tersebut.
Wakil Ketua DPRD Pamekasan Khairul Kalam, Sabtu, menyatakan, gagasan Disdik Pamekasan mengharuskan para siswa bisa baca tulis Al quran dan menjadikan prasyarat kenaikan kelas bisa menimbulkan persoalan di kalangan masyarakat, bahkan bisa menimbulkan konflik SARA.
Sebab tidak semua siswa yang mengenyam pendidikan di Pamekasan itu orang Islam, namun ada juga penganut agama lain, semisal Kristen, Hindu dan Budha.
"Jika Disdik menerapkan baca tulis Al quran menjadi prasyarat kenaikan kelas, ini kan memicu konflik SARA," katanya.
Di Pamekasan, kata Khairul penganut agama Islam memang merupakan umat yang mayoritas. "Tapi bagaimana dengan penganut Islam di daerah lain yang jumlahnya minoritas. Jika hal yang sama juga diberlakukan. Ini kan juga seharusnya dipikirkan," kata menambahkan.
Oleh karenanya, politisi dari Partai Demokrat ini meminta agar kabijakan menjadikan baca tulis Al quran sebagai prasyarat kenaikan kelas itu harus ditinjau ulang agar tidak menimbulkan konflik SARA di kemudian hari.
Senada dengan Wakil Ketua DPRD Pamekasan Khairul Kalam, Ketua Muhammadiyah Pamekasan Imam Santoso juga mengemukakan hal yang sama.
Imam menyatakan, kalaupun Disdik menginginkan putra-putri umat Islam yang sekolah di lembaga pendidikan negeri di Pamekasan bisa meningkatkan wawasannya tentang Islam dengan cara bisa baca tulis Al quran, maka kebijakannya tidak harus dengan cara seperti itu.
"Kalau prasyarat kenaikan kelas harus dengan bisa baca tulis Al quran, maka siswa yang tidak bisa baca tulis Al quran dari agama lain yang nantinya akan menjadi korban," kata Imam.
Menurut Imam, hal itu dilakukan dengan memberikan tambahan pelajaran baca tulis Al quran khusus kepada para siswa-siswi Islam di luar jam pelajaran yang telah ditentukan secara nasional.
Imam menyatakan, semangat Disdik Pamekasan untuk meningkatkan wawasan keagamaan bagi para siswa-siswi di Pamekasan sebenarnya sangat baik. Namun Imam yang juga praktisi pendidikan di organisasi Muhammadiyah ini menyatakan, bahwa siswa yang belajar di lembaga pendidikan negeri itu bukan hanya dari satu agama tertentu saja, yakni Islam.
Di lembaga pendidikan negeri, mulai tingkat SD, SMP hingga SMA juga ada anak didik dari agama lain yang juga perlu diperhatikan.
"Kalau semisal di lembaga pendidikan di Muhammadiyah atau di Nahdlatul Ulama (NU) itu tidak ada persoalan, karena status lembaga pendidikannya kan sudah jelas," katanya menambahkan.
Sebelumnya Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan Achmad Hidayat menyatakan, kebijakan Disdik Pamekasan mengharuskan siswa baca tulis Al quran dan menjadi prasyarat kenaikan kelas untuk mendukung program pemkab yang mencanangkan program Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (Gerbang Salam).
"Kabijakan kami semata-mata untuk mendukung program Gerbang Salam yang dicanangkan Pemkab Pamekasan," kata Achmad Hidayat.
Menurut rencana, kebijakan mengharuskan siswa-siswi bisa membaca dan menulis Al quran dan menjadikan prasyarat kenaikan kelas itu mulai April 2011.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011
alangkah lebih bagusnya kalau kebijakan ini hanya berlaku untuk di madrasah atau lembaga pendidikan ISLAM SAJA..
Semoga Allah meridhoi
yg non-muslim tentunya tdk perlu.