"Setelah melakukan survei dan penelitian lapangan selama tiga hari pada 15-18 Februari 2011, kami menemukan fakta bahwa fenomena sumber suara dentuman yang diiringi getaran gempa berskala rendah itu berasal dari bawah tanah," kata Kepala Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Petrus Demon Sili, di Trenggalek, Jumat.
Lokasi getaran itu, katanya, merambat mulai dari Kecamatan Kampak menuju arah barat daya.
Fenomena gempa yang dirasakan masyarakat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Trenggalek, meliputi Watulimo, Munjungan, Kampak, Panggul, hingga Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo, itu diperkirakan masih akan terus terjadi secara sporadis.
Namun, Petrus tidak berani memastikan kapan gejala alam yang diidentifikasi mulai terjadi sejak akhir Januari lalu itu bakal berhenti dengan alasan perilaku gempa secara teori belum bisa diprediksi secara akurat, sekalipun menggunakan teknologi canggih.
Pendeteksian atas sumber suara dentuman dan getaran seismik menggunakan "potable digital seismograf" dan "analog digital seismograf" selama tiga hari itu, BMKG berhasil menangkap sedikitnya 25 getaran seismik disertai suara gemuruh yang ditengarai berasal dari dalam kerak bumi.
Gempa dengan seismik terbesar sempat ditemukan pada 16 Februari 2011 dengan kekuatan mencapai 3,2 SR yang berpusat di titik ordinat 8,06 LS - 111,78 BT atau di kedalaman 20,5 kilometer bawah tanah Desa Timahan, Kecamatan Kampak.
Pusat atau episentrum gempa tersebar secara sporadis dengan jarak 4-40 kilometer dari titik gempa terbesar di Desa Timahan dengan kedalaman rata-rata kurang dari 33 kilometer di Kecamatan Munjungan, Kecamatan Kampak, Kecamatan Dongko, Kecamatan Pule, Kecamatan Suruh, dan Kecamatan Watulimo.
Meskipun terjadi secara sporadis dan tersebar di banyak titik pusat, Petrus memastikan fenomena gempa tektonik tersebut tidak membahayakan karena kekuatan gempa yang berhasil mereka deteksi menggunakan peralatan seismograf hanya 1-3 SR.
"Secara teori, gempa ini masuk kategori skala rendah. Suaranya kadang terdengar seperti bunyi roda truk yang tengah melintas dan getarannya hanya bisa dirasakan oleh masyarakat lokal yang berada di sekitar episentrum gempa," katanya di depan Bupati Trenggalek Mulyadi WR dan sejumlah pejabat Pemkab Trenggalek itu.
Petrus juga mengaku belum bisa memastikan penyebab terjadinya fenomena gempa secara sporadis tersebut.
Ia menambahkan sejumlah kemungkinan yang mengarah pada fenomena gempa tektonik karena posisi kawasan pesisir Trenggalek dan Pacitan serta Ponorogo masuk kawasan rawan karena berada di daerah pertemuan tiga lempeng bumi, yakni Eurasia, Australia, dan Pasifik.
Namun pihaknya belum berani mengambil kesimpulan terlalu jauh karena hasil survei dan penelitian lapangan tersebut masih akan mereka kaji lagi yang berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Vulkanologi dan Geologi Kementerian ESDM.
"Hasil ini masih akan kami evaluasi lagi, termasuk kemungkinan melakukan survei dan penelitian lanjutan bersama tim dari PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi)," katanya.
Selain melakukan survei di Trenggalek, sebelumnya pihak BMKG Tretes dan BPBD Jatim juga telah melakukan penelitian serupa di Kabupaten Ponorogo dengan konsentrasi survei di Ngebel, Pudak, dan Pulung.
Di tiga daerah ini mereka juga menemukan fenomena gempa serupa yang terjadi secara sporadis dengan intensitas tidak beraturan. Bila di Trenggalek sempat mendeteksi 25 titik gempa dengan episentrum tersebar tidak beraturan di sekitar Kecamatan Kampak, di Ponorogo intensitas yang mereka temukan lebih banyak lagi, yakni mencapai 54 kali getaran dengan episentrum berpindah-pindah.
Gempa terbesar di Ponorogo ini paling besar tercatat mencapai 2,6 SR yang teridentifikasi pada pukul 22.46 WIB di titik koordinat 7.90 LS - 111,63 BT dengan kedalaman 31 kilometer di tenggara Kabupaten Madiun.
"Tapi gempa di Ponorogo ini sepertinya tidak berkaitan dengan fenomena serupa yang terjadi di Trenggalek," kata dia.
Menanggapi hasil survei sementara yang dilakukan BMKG Tretes tersebut, Bupati Trenggalek Mulyadi berharap penelitian tetap dilanjutkan.
Ia bahkan memerintahkan Kepala BPBD Trenggalek, Cipto Wiyono, agar secepatnya mengirimkan surat permohonan kepada Dirjen Vulkanologi dan Geologi di Jakarta untuk melakukan tindak lanjut penelitian demi mengantisipasi gempa tektonik susulan.
"Masalah ini harus diantisipasi sedini mungkin agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Saat ini saja masyarakat sudah panik karena khawatir terjadi gempa besar, bahkan ada yang khawatir terjadinya aktivitas vulkanik," katanya.
Dia juga mengimbau kepada seluruh masyarakat melalui pejabat muspida, camat, dan tim BPBD Trenggalek agar tidak panik, namun tetap waspada.
Meskipun intensitas gempa tergolong rendah dan dinyatakan tidak membahayakan, guncangan dari dalam perut bumi yang terus-menerus menyebabkan kawasan Trenggalek bagian selatan yang sebagian berbukit menjadi sangat rentan mengalami longsor.
"Ini yang harus diantisipasi bersama sambil menunggu hasil penelitian dari BMKG dan Dirjen Vulkanologi dan Geologi," kata Bupati. (SAS*M038/E011/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011