Atambua (ANTARA News) - Novianti Suparman, siswi kelas II SMP Katholik Don Bosco Atambua, duduk diam-diam di dalam kelas komputer Rumah Pintar Flobamora, Atambua. Bersama belasan temannya, remaja puteri Kabupaten Belu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), itu sudah duduk di depan komputer masing-masing sejak beberapa lama.
"Saya senang sekali, untuk pertama kali saya bisa melihat Bapak SBY dari dekat. Ibu Ani dan Pak SBY bahkan berbicara pada saya. Sungguh saya tidak duga," katanya setelah kehadiran Presiden Susilo B Yudhoyono dan Ibu Negara, Kristiani Yudhoyono, ke rumah pintar itu terjadi.
Saat Novianti duduk di kursi komputer di rumah pintar itu, Ibu Negara baru saja meresmikan pengunaan rumah pintar satu-satunya di wilayah perbatasan negara. Kabupaten Belu memang langsung berbatasan darat dengan negara Timor Leste atau Timor Timur dalam bahasa Indonesia.
Rencana kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kapasitas kepresidenannya memang menghebohkan masyarakat setempat sejak berbulan-bulan sebelumnya.
Kabar rencana kehadiran orang nomor satu di Indonesia itu menjadi konsumsi pembicaraan masyarakat di mana-mana, apalagi rangkaian kunjungan SBY ke Atambua di Kabupaten Belu itu melibatkan banyak orang; mulai dari anak-anak hingga tokoh adat setempat.
"Akhirnya SBY datang juga ke sini, bahkan bersama Ibu Ani. Sejak tiga tahun lalu kami dengar kabar bahwa presiden akan datang tapi tidak jadi dan tidak jadi, tapi sekarang betul-betul datang," kata Novianti.
Presiden SBY dan Ibu Negara Hj. Ani Susilo Bambang Yudhoyono, serta rombongan sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II berkunjung ke Pulau Timor, NTT, pada 8 sampai 11 Februari 2011.
Untuk ukuran seorang presiden, kunjungan selama empat hari dengan agenda utama menghadiri acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2011 di Kupang itu terhitung lama sekali. Saat itu, selain Kota Kupang, SBY dan rombongan juga mendatangi Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara, So`E di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan berujung di Atambua.
Jika ditarik garis lurus, maka seluruh rangkaian kegiatan SBY dan rombongan di Pulau Timor itu menempuh jarak sekitar 300 kilometer atau setara dengan jarak darat Jakarta-Cirebon di Jawa Barat. Tidaklah sama kondisi jalan dan infrastruktur umum di Pulau Jawa dengan di Pulau Timor, yang memiliki tantangan tersendiri.
Yang istimewa dari seluruh rangkaian perjalanan SBY di Pulau Timor itu adalah perjalanan darat kali itu merupakan perjalanan nostalgianya SBY yang pernah menjadi komandan Batalion Infantri 744/Satya Yudha Bhakti saat masih berpangkalan di Kailoli, Dili, (bekas) Provinsi Timor Timur, pada 1986-1988. Saat itu dia masih berpangkat mayor di Korps Infantri yang tinggal di pangkalan itu bersama dua anak lelaki yang masih kecil-kecil dan isterinya.
Namanya saja Presiden, yang posisi dan personanya juga dijadikan lambang negara berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, maka persiapan semaksimal mungkin dilakukan jajaran TNI, kepolisian, dan pemerintahan daerah. Medan perjalanan darat itu juga cukup menantang dengan kelokan, tanjakan dan turunan tajam yang membelah jajaran pegunungan di bagian tengah Pulau Timor.
Atambua berlokasi di timur laut Kota Kupang dan kota-kota persinggahan berada di antaranya dengan kondisi yang berbeda-beda. Kefamenanu berada di perbukitan yang lebih tinggi dari Atambua, sedangkan So`E berada di perbukitan yang lebih tinggi lagi. Daerah penghasil jeruk dan apel di Pulau Timor ini bahkan selalu berkabut walau hari telah siang.
Kombinasi kabut dan hujan, teristimewa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, serta jalan yang cukup sempit ketimbang di Pulau Jawa memang membuat para pengawal dari jajaran Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bekerja ekstra keras untuk mengantarkan Presiden dan Ibu Negara menuju tempat-tempat itu.
Sepanjang sejarah Indonesia, maka baru kali inilah seorang presiden dan ibu negara mengunjungi serta melewatkan malam-malamnya di empat kabupaten dan kota di Pulau Timor.
Pada Rabu pagi (9/2), ratusan siswa-siswi di sekolah dasar dan menengah di Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu telah berdiri di pinggir Jalan Raya Timor, jalan yang akan menjadi rute utama perjalanan rombongan SBY dan Ibu Negara di sana. Kibaran bendera Merah-Putih berukuran kecil mengisi pemandangan di jalan itu.
Selepas Kota Kupang, konvoi kendaraan dipimpin sedan kepresidenan Mercedes-Benz S-600 tahan peluru berbobot tujuh ton melaju menuju Kecamatan Camplong, Kabupaten Kupang, terus ke Takari hingga ke perbatasan dengan Kabupaten Timor Tengah Selatan. Sampai di sini, jalan masih cukup mulus dan rata untuk dilalui.
Namun, selepas Takari menuju Kota So`E di Kabupaten, barulah nafas agak tertahan karena jalannya sempit dan berkelok-kelok dengan tanjakan yang cukup tajam. Maklumlah, di sinilah punggungan perbukitan dan gunung di Pulau Timor berada. Jalan yang dilalui masih Jalan Raya Timor yang membelah Pulau Timor dari Pelabuhan Tenau di Kabupaten Kupang sampai Los Palos di (bekas) Provinsi Timor Timur.
Beberapa penggal jalan antara Takari ke So`E itu juga berlubang-lubang karena tanah di bagian bawah badan jalan tergerus air hujan. Jalan terpanjang di Pulau Timor itu juga menjadi rute utama perjalanan darat bis, truk pengangkut berbagai keperluan masyarakat, hingga peran pentingnya dari sisi pertahanan negara.
Presiden Yudhoyono tidak dijadualkan untuk melewatkan malam di So`E, namun dia menyatakan niatnya untuk menginap di sana sehingga persiapan a`la kadarnya dilakukan semua pihak. Di kota paling tinggi posisinya dari permukaan laut di Pulau Timor itu, rombongan dan Presiden Yudhoyono menginap di rumah dinas bupati Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Seluruh rute yang dilalui dalam perjalanan darat Yudhoyono itu merupakan rute yang dulu sering dia tempuh saat bertugas di Timor Timur. Kenangan di sana tidak mudah untuk dihapus begitu saja dari benak Yudhoyono dan Ibu Negara. So`E terkenal dengan temperatur dan kelembabannya yang di bawah rerata wilayah lain di Provinsi NTT.
Kalaupun ada yang menyaingi, mungkin itu hanyalah Bajawa di Kabupaten Manggarai atau Ruteng di Kabupaten Manggarai Barat. Minyak kelapa bisa beku pada malam hari jika disimpan di luar ruangan.
Selepas So`E, rombongan melaju menuju Kabupaten Timor Tengah Utara di kawasan Niki-niki yang terkenal sebagai tempat persinggahan bagi penglaju dari Kupang menuju Atambua. Di Niki-niki rombongan juga singgah sebentar untuk meregangkan kaki dan badan yang cukup kaku dalam perjalanan darat itu.
Setelah sejenak beristirahat di Niki-niki, Kota Kefamenanu di Kabupaten Timor Tengah Utara telah menanti rombongan. Sama juga dengan di mana saja jalan dilalui rombongan, sambutan meriah diberikan oleh masyarakat setempat bahkan ada yang sampai hampir histeris melihat sosok presiden di depan matanya.
Dari Kota Kefamenanu, jalan sudah mulai menurun dan relatif sedikit kelokannya; bahkan jalan sangat lurus dan panjang terdapat di dalam Kota Kefamenanu menuju batas kotanya. Yang unik, Presiden Yudhoyono dan rombongan sempat mampir di Sukabitetek di perbatasan Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu.
Sukabitetek selama ini hanya menjadi daerah penanda bagi penglaju jika menuju atau meninggalkan Kota Atambua. Dari sana menuju pusat Kota Atambua hanya memerlukan 40 menit perjalanan lagi sebelum melewati Nurobo di Kabupaten Belu yang sisi kiri-kanan jalannya banyak ditumbuhi pohon jati.
Istana Uskup Atambua di Nurobo menjadi saksi bisu perjalanan darat Presiden Yudhoyono sebelum mencapai jembatan Mota Buik yang juga adalah batas Kota Atambua. Ribuan warga Kota Atambua dan dari kampung-kampung di pelosok Kabupaten Belu telah memenuhi kedua sisi jalan untuk sekedar meneriakkan kegembiraannya melihat kepala negara melintas di depan mereka.
Walau bukan menjadi wilayah paling terbelakang di Indonesia, namun bisa dikatakan mereka hanya bisa melihat Presiden Yudhoyono dari televisi yang cukup jarang terdapat di kampung-kampungnya. Selain cara itu, boleh juga dikatakan bayangan Presiden Yudhoyono itu hanya ada dalam mimpi mereka di dalam rumah terbuat dari bebak dan atap alang-alang berlantaikan tanah dengan penerangan kayu bakar.
"Bapak SBY! Bapak SBY! Lihat kemari!," itulah teriakan yang sering terdengar di sepanjang perjalanan. Semuanya berusaha menarik perhatian sang Presiden dan Ibu Negara.
Jalan aspal di depan Markas Kepolisian Resort Belu dan Markas Sub Detasemen Polisi Militer I-3/IX akhirnya bisa ditapaki Presiden Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono menuju Rumah Pintar Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor) di depan rumah dinas komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 1605/Belu. Orkes suling bambu melantunkan "Rayuan Pulau Kelapa" menjadi lagu pembuka sekaligus ucapan selamat datang bagi Presiden Yudhoyono dan Ibu Negara.
Pulau Kelapa alias Indonesia dalam kiasan lagu itu seperti mengucapkan rayuannya agar ikatan antara Presiden Yudhoyono dengan masyarakat di ujung perbatasan negara.
Ujung perbatasan negara, yang kini lebih dikenal sebagai daerah terdepan negara, yang tidak lekang dalam ingatan nostalgia seorang Susilo Bambang Yudhoyono.
Oleh Ade P. Marboen
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011
@ Pa SBY, jumlah yang disumbangkan apakah bisa lebih besar ketimbang biaya kesekretariatan negara untuk ongkos jalan..
@ Pimpinan daerah, apakah jejak Pa SBY bisa diteruskan..
Jaya Indonesia.