Padang (ANTARA News) - Pengamat Teknologi Pertanian dari Universitas Andalas (Unand), Prof. Dr. Isril Berd berpendapat pemerintah daerah (Pemda) perlu membuat regulasi pengaturan alih fungsi lahan, agar lahan persawahan tidak terus berkurang.
"Sudah saatnya pemerintah kabupaten/kota di Sumbar menerbitkan aturan hukum dalam pengaturan lahan persawahan yang dialihfungsikan menjadi lokasi perumahan," kata Mantan Dekan Teknologi Pertanian Unand itu, ketika dikonfirmasi di Padang, Jumat.
Menurut Isril, bila sudah ada peraturan yang mengikat, tentu masyarakat pemilik lahan akan berpikir dulu sebelum menjual ke pengusaha atau pengembang.
Sebab, lahan persawahan semakin hari pada sejumlah daerah di Sumbar, terus menyusut karena dialihfungsikan, baik untuk pengembang maupun kepada sektor pertambangan.
Apalagi, kekhawatiran akan ancaman krisis pangan dunia sehingga dibutuhkan kesiapan daerah, terutama jelaslah dengan mempertahankan lahan yang ada membuka lahan baru.
"Pemerintah hingga pemerintah kabupaten/kota musti mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk persiapan pangan daerah di masyarakat," katanya.
Jika dibiarkan alih fungsi lahan produktif untuk menjadi sektor perumahan, sangat beresiko terhadap ketersediaan pangan di masa mendatang.
Menurut Isril, masyarakat bisa melakukan keragaman pangan di lokasi lahan yang mengandalkan air irigasi, tentu masa tanam padi dua setahun. Terkait, kondisi perubahan cuaca atau perubahan iklim harus menjadi perhatian serius pemerintah hingga Pemda.
"Intensifikasi pertanian merupakan suatu cara untuk meningkatkan hasil pertanian dengan cara pemanfaatan lahan dengan sebaik-baiknya,seperti pemanfaatan teknologi secara tepat. Untuk ekstensifikasi -- memperluas lahan pertanian untuk mendapatkan hasil yang lebih," katanya.
Peluang bagi Sumbar untuk membuka lahan sawah baru masih ada. Selain itu, dengan adanya irigasi raksasa di Batanghari, mampu memasok sekitar 18.000 hektar lahan persawahan.
Masyarakat harus mendukung rencana program pemerintah provinsi untuk mengembangkan lahan sawah baru. Jika masih ada masyarakat yang kurang mengindahkan tentu akan diberi fungsi tersebut, dampaknya jelas proses pengembangan sawah baru tersebut.
Menurut Isril, tak kalah pentingnya dari kelompok keluarga jangan selalu memakan beras dan bisa dengan ubi-ubian atau jagung, karena tanpa adanya dukungan masyarakat memberi izin lahan tentu perjalanannya akan tersendat.
Apalagi konsumsi pangan (beras) masyarakat Indonesia saat ini 35 kg/kapita/kelompok dan jauh dibandingkan dengan Negara Malaysia, yang sudah mencapai 80 km/kapita/tahun.
Justru itu, menurut dia, masyarakat harus sudah mulai makanan dengan pangan selain beras, seperti jagung dan ubi kayu, sehingga ketika beras berkurang produksinya tidak begitu terkejut. (SA/S025/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011