Kairo (ANTARA News) - Mesir bagi Indonesia sangat penting karena memiliki hubungan historis yang panjang, terutama tercatat dalam sejarah sebagai negara pertama mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
Era keemasan hubungan kedua negara terjadi pada masa Presiden Soekarno dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, dua dari empat pemimpin peletak batu pertama berdirinya Gerakan Non-Blok (GNB), di samping Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito dan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru.
Menurut buku, "Potret Hubungan Indonesia-Mesir: Jauh di Mata Dekat di Hati", terbitan KBRI Kairo (2009), Bung Karno selama menjabat presiden tercatat enam kali berkunjung ke Mesir.
Rakyat Mesir hingga kini masih mengenang tokoh proklamasi Indonesia itu, dan mengabadikan namanya di sebuah jalan di Kairo bernama "Syari` Ahmad Sukarno (Jalan Ahmad Soekarno).
Bahkan setiap pejabat Indonesia berkunjung ke Mesir, sudah pasti pejabat Mesir mengawali pembicaraannya dengan mengungkit begitu eratnya Mesir-Indonenesia pada era Bung Karno.
Namun, dalam tulisan ini difokuskan pada hubungan kedua negara di bawah Presiden Mubarak yang ditumbangkan dalam Revolusi Jumat, 11 Februari 2011.
Kunjungan lobi
Selama 30 tahun menjabat presiden sejak 1981, Mubarak hanya satu kali berkunjung ke Indonesia atas undangan Presiden Soeharto, berlangsung pada 9-11 April 1983.
Misi utama kunjungan Mubarak itu adalah melobi Indonesia agar membujuk negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan negara-negara Liga Arab untuk menghentikan pengucilan terhadap Mesir
OKI dan Liga Arab ketika itu mengucilkan Mesir terkait kesepakatan perjanjian perdamaian Mesir-Israel pada 1978 pada masa Presiden Anwar Saddat.
Perjanjian perdamaian itu ditandatangani di Gedung Putih pada 1979 menyusul serangkaian perundingan rahasia Mesir-Israel di Camp David, tempat liburan presiden AS, sekitar 100 km arah timur-laut Washington.
Indonesia menyanggupi keinginan Mesir, sebaliknya Indonesia juga meminta dukungan Mesir di forum di PBB menyangkut penyelesaian integrasi Timor Timur (kini Timor Leste).
"Sikap Mesir di PBB selalu abstain untuk menjaga hubungan baiknya dengan beberapa kalangan negara Afrika yang masih menentang integrasi Timor Timur," tulis buku itu, mengutip koran Mesir, Al-Gomhouria, 10 April 1983.
Sebelumnya, Mubarak juga berkunjung ke Indonesia saat menjabat sebagai wakil presiden di bawah Presiden Anwar Saddat.
Lawatan Wapres Mubarak berlangsung empat hari 27-30 April 1979 atas undangan Wapres Adam Malik.
Misi utama kunjungan Wapres Mubarak adalah meminta dukungan Indonesia atas perjanjian perdamaian Mesir-Israel yang ketika itu ditentang luas oleh dunia Islam dan dunia Arab.
Kunjungan empat presiden RI
Pada masa Mubarak tercatat empat presiden Indonesia berkunjung ke Mesir, yaitu Soeharto, Abdurrahman "Gus Dur" Wahid, Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono, sementara B.J.Habibie berkunjung ke Mesir saat menjabat menteri riset dan teknologi.
Presiden Soeharto hanya sekali berkunjung ke Mesir pada 10-15 Mei 1998, sepekan menjelang kejatuhan orang kuat Orde Baru itu pada 21 Mei.
Kunjungan Soeharto itu atas undangan Presiden Mubarak untuk menghadiri konferensi tingkat tinggi (KTT) Kelompok 15 (G-15) ke-8.
Lawatan Soeharto ke Mesir tersebut merupakan kedua kalinya setelah sebelumnya pada 1977 pada era Presiden Anwar Saddat.
Kunjungan pertama, Presiden Soeharto melobi Mesir untuk mendukung integrasi Timor Timur ke Indonesia.
Adapun Presiden Gus Dur dua kali berkunjungan ke Mesir, yaitu pertama pada 2000 untuk menghadiri KTT G-15 ke-10, dan lawatan kedua pada 2001 menghadiri KTT Kelompok-8 (D-8), forum kerja sama ekonomi delapan negara Islam.
Setahun kemudian, Presiden Megawati melakukan kunjungan kenegaraan ke Mesir atas undangan Presiden Mubarak untuk memperkuat hubungan bilateral kedua negara.
Sementara itu, Presiden SBY melawat ke Mesir pada 12 Noveber 2004 atas undangan Presiden Mubarak untuk menghadiri pemakaman mendiang Presiden Palestina, Yasser Arafat.
Lawatan sehari Presiden SBY membawa rombongan beranggotakan 58 orang, antara lain Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua DPR Agung Laksono, Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi, Wakil Ketua Umum Pemimpin Pusat Muhammadiyah Amien Rais, dan Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsudin.
Selain kepala negara, saling kunjung antara para pejabat kedua negara juga rutin dilakukan dalam upaya mempererat hubungan persahabatan.
Pada masa Mubarak, juga berkunjung dua Syeikh Agung Al-Azhar -- pemimpin tertinggi universitas Islam tertua di dunia yang kini menampung ratusan ribu mahasiswa dari berbagai negara, termasuk 4.000 di antaranya mahasiswa Indonesia -- ke Indonesia.
Syeikh Agung Al Azhar Prof. Dr. Mohamed Sayed Tantawi pada 2006 atas undangan Presiden SBY menghadiri peringatan 80 tahun Pondok Modern Gontor, Jawa Timur.
Pendahulu Tantawi, yaitu Syeikh Gad Ali Gad El-Haq berkunjung ke Indonesia pada 1995 atas undangan Wapres Try Sutrisno untuk menghadiri Festifal Masjid Istiqlal, Jakarta.
(M043)
Oleh Munawar Saman Makyanie
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011